PINUSI.COM - Menawan di momen Lebaran menjadi keinginan sebagian besar individu.
Sejumlah orang bahkan bersedia mengeluarkan uang dalam jumlah besar, demi mendapatkan produk kecantikan atau kosmetik untuk meningkatkan penampilan mereka.
Namun, sayangnya, tidak semua produk kosmetik aman digunakan.
Hal ini termasuk produk kosmetik yang tersedia di klinik kecantikan atau yang sering disebut sebagai klinik estetika.
Temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan, sebanyak 51.791 produk kosmetik tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
Angka tersebut diperoleh dari pemantauan serentak terhadap 731 sarana klinik kecantikan di seluruh Indonesia, oleh 76 Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM pada 19-23 Februari 2024.
Hasil pengawasan BPOM menunjukkan, beberapa klinik kecantikan ternyata mendistribusikan produk yang tidak sesuai peraturan.
Produk-produk tersebut
termasuk kosmetik yang mengandung bahan-bahan yang dilarang, kosmetik tanpa
izin edar, produk yang sudah kedaluwarsa, dan produk injeksi untuk tujuan
memelihara kecantikan.
Mohamad Kashuri, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik, menjelaskan, pada 2024, BPOM melakukan pengawasan kosmetik secara terencana dan berkelanjutan.
"Pada tahun 2024 ini, kami mencoba untuk melakukan pengawasan kosmetik secara terencana dan fokus, agar intervensi kami efektif."
"Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan hasil dari intensifikasi pengawasan pada klinik kecantikan," ujar Kashuri dalam sesi pemberitahuan media di Jakarta, Rabu 3 April 2024.
Kashuri menambahkan, dari 731 klinik kecantikan yang diperiksa, sebanyak 239 di antaranya tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
"Meskipun pengawasan kami tetap dilakukan secara rutin setiap bulan, yang kami sampaikan saat ini adalah hasil dari pemantauan serentak di seluruh Indonesia terhadap klinik kecantikan."
"Dari 731 klinik yang diperiksa, sebanyak 239 di antaranya (sekitar 33%) tidak memenuhi standar yang ditetapkan," ungkapnya.
Data BPOM menunjukkan, pelanggaran yang ditemukan di klinik kecantikan termasuk kosmetik yang mengandung bahan-bahan yang dilarang, skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan, kosmetik tanpa izin edar, produk yang sudah kedaluwarsa, dan produk injeksi kecantikan.
Total produk yang ditemukan dalam kegiatan ini sejumlah 51.791, dengan nilai ekonomi mencapai Rp2,8 miliar.
Hasil pemantauan juga menunjukkan, terdapat lima wilayah pengawasan UPT dengan jumlah temuan produk yang signifikan.
Wilayah-wilayah tersebut mencakup Loka POM di Kabupaten Bungo, Balai Besar POM di Pekanbaru, dan Balai Besar POM di Surabaya, di mana temuan terbanyak adalah skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan.
Di wilayah lain seperti Balai POM di Tarakan dan Balai Besar POM di Samarinda, temuan terbanyak adalah kosmetik tanpa izin edar.
Sementara, skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan juga ditemukan pada 21 UPT BPOM, dengan nilai ekonomi sebesar Rp170 juta.
Produk tersebut merupakan produk perawatan kulit yang mengandung bahan obat keras tanpa resep atau pengawasan dokter, diberi label biru, dan didistribusikan secara daring.
"Penambahan bahan obat keras pada kosmetik tanpa resep atau pengawasan dokter, berpotensi membahayakan kesehatan," beber Kashuri. (*)