PINUSI.COM - Kubu pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meminta kubu pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD, setop mengumbar naras cawe-cawe Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2024.
Otto Hasibuan, Wakil Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, meminta kedua kubu berhenti melakukan hal itu, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menutup sidang Perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
PHPU memasuki babak baru, yakni penyerahan kesimpulan oleh para pihak yang bersengketa, untuk selanjutnya mendengar putusan MK terkait gugatan hasil Pilpres 2024.
"Jangan sampai ada lagi anggapan presiden cawe-cawe, presiden intervensi, dan sebagainya."
"Itu hanya narasi, itu hanya asumsi. Presiden RI tak pernah intervensi dan melakukan hal-hal yang melanggar hukum," kata Otto kepada wartawan, Sabtu (6/4/2024).
Otto mengatakan, berbagai tudingan kubu AMIN dan Ganjar-Mahfud yang dialamatkan untuk Jokowi, telah terbantahkan selama persidangan PHPU bergulir di Mahkamah Konstitusi.
Misalnya, tudingan Jokowi mempolitisasi bantuan sosial untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.
Tudingan secara otomatis terbantahkan pada sidang terakhir yang digelar pada Jumat kemarin, di mana empat menteri Jokowi yang dihadirkan sebagai saksi, kompak mengatakan bansos yang dibagikan pemerintah pada akhir 2023 atau beberapa bulan jelang pemilu, tak ada sangkut pautnya dengan kegiatan politik.
Sebab, jadwal pembagian bansos itu telah direncanakan jauh-jauh hari sebelum para penyelenggara pemilu menyepakati waktu pencoblosan Pemilu 2024.
"Tuduhan kepada Bapak Jokowi, Presiden RI, yang cawe-cawe dan juga turun ke lapangan membagikan bansos sudah terbantahkan, itu telah dijelaskan oleh dua menko dan dua menteri," tegas Otto.
Otto melanjutkan, selama dua periode memimpin Indonesia, Presiden Jokowi memang hobi blusukan dan membagikan bantuan kepada masyarakat yang ia temui.
Kemurahan hati kepala negara, katanya, hendak digoreng kedua kubu untuk kepentingan politik, namun niat itu tak sampai, karena fakta persidangan membuktikan sebaliknya.
“Sehingga para menteri menyatakan mana mungkin dengan satu pertemuan, mungkin hanya 1.000 orang yang hadir, dan mungkin hanya beberapa titik di beberapa daerah, paling banyak 800 ribu orang, apa mungkin bertemu dengan 800 ribu orang lantas terpengaruh seluruh Indonesia?” Papar Otto. (*)