PINUSI.COM-Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto masih ngotot mengeklaim Pemilu Pilpres 2024 dicurangi pihak tertentu. Menurutnya Kecurangan itu melibatkan aparatur negara yang melakukan berbagai intimidasi kepada kubu lawan.
Hasto mengatakan, kecurangan masif dan terstruktur yang melibatkan peran aparat dan alat negara itu jelas didalangi orang punya kekuasaan powerfull di negara ini. Hasto tak yakin para aparat negara itu bergerak sendiri tanpa perintah yang punya kuasa.
"Lalu Kotak pandora yang ketiga adalah ketika aparatur negara yang seharusnya netral, ini tidak netral. Begitu banyak intimidasi, itu terbuka dan tidak mungkin itu tanpa suatu perintah yang tertinggi," kata Hasto dalam sebuah diskusi Minggu (7/4/2024) malam.
Hasto melanjutkan, aparat negara seperti TNI-Polri seharusnya menjaga supremasi hukum namun pada Pilpres kali ini tugas utama mereka dikesampingkan, mereka ikut menjadi pelaku kecurangan tersebut.
Hasto mengaku pihaknya sangat menyayangkan hal tersebut, TNI-Polri yang seharusnya siap mati untuk untuk negara justru bekerja hanya untuk keluarga Presiden Joko Widodo dan koleganya.
Hasto meminta TNI-Polri segera berbenah diri, jangan sampai sikap ketidaknetralan dan terkesan hanya bekerja untuk keluarga Jokowi itu terus dipertontonkan, jika itu dibiarkan Hasto yakin bakal ada gejolak lantaran masyarakat sudah tak tahan lagi.
"Kami cinta TNI dan Polri, tetapi TNI yang dipakai untuk membela kedaulatan negara kita, menjaga kekuatan perdamaian dunia, dan Polri yang menjaga supremasi hukum, bukan supremasi keluarga Pak Jokowi," ujarnya.
Tak hanya TNI-Polri, Jokowi kata Hasto juga mengerahkan aparatur negara seperti kepala desa dan kepala daerah, mereka semua kata Hasto ikut terlibat dalam kecurangan Pemilu 2024.
"Saat ini kalau kami melakukan pengecekan dari berita-berita begitu banyak kepala daerah yang baik, yang mikir-mikir ulang, bahkan ada yang tidak mau untuk maju menjadi kepala daerah karena apa? Karena mereka tahu bahwa abuse of power Presiden Jokowi ini telah menciptakan harga politik yang mahal untuk mengarahkan kepala desa sebagai instrumen politik," tutupnya. (*)