PINUSI.COM - Slamet Ginting, pakar komunikasi politik sekaligus akademisi, menilai presiden terpilih Prabowo Subianto pelan-pelan mulai membuat jarak dengan Presiden Joko Widodo.
Prabowo, kata dia, sedang berupaya melepas pengaruh Jokowi yang selama ini lekat dengan dirinya.
Hal ini disampaikan Slamet untuk merespons wacana pertemuan Prabowo dan Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri.
Keduanya direncanakan bakal bertemu pada momen Lebaran tahun ini.
“Tentu saja Prabowo pelan-pelan akan melepaskan gendongan beban politiknya dari Jokowi."
"Artinya keluarga Jokowi pelan-pelan akan dilepaskan dari gendongan politik yang menyandera Prabowo."
"Jadi, saya kira Prabowo akan mendeklarasikan dirinya adalah presiden yang tidak berada dalam bayang-bayang Jokowi lagi,” kata Slamet ketika dikonfirmasi PINUSI.COM, Senin (8/4/2024).
Menurut Slamet, pertemuan Prabowo-Megawati membuat dinamika politik selepas Pilpres 2024 bakal berubah total, terlebih jika Prabowo sukses meyakinkan Megawati merestui PDIP bergabung ke dalam pemerintahan.
Jika itu terjadi, posisi politik Jokowi, kata Slamet, secara otomatis melemah.
Sebab, Prabowo dan Gerindra yang selama ini mendukungnya perlahan menjauh, di sisi lain keretakan hubungan dengan Megawati sukar dipulihkan.
“Posisi Jokowi menjadi sangat lemah, artinya bebek yang semakin lumpuh dan perlahan-lahan partai-partai yang semula mendukungnya akan segera meninggalkannya."
"Ini ibarat bebek lumpuh dan juga perahu yang mulai karam,” ulas Slamet.
Skenario politik yang paling mungkin diambil Jokowi, jika Prabowo-Megawati bersatu, adalah menggandakan Partai Golkar.
Menurut Slamet, partai berlambang pohon beringin itu masih setia bersama Jokowi, karena elektoral Jokowi yang masih lumayan tinggi.
Hal itu dimanfaatkan golkar pada Pilkada 2024, dengan mengusung menantu Jokowi Bobby Nasution di Pilkada Sumut.
“Jokowi tinggal mengandalkan Partai Golkar untuk bisa bisa kemudian berada dalam perahu partai politik nomor dua terbesar dari hasil pemilu legislatif 2024 lalu,” beber Slamet.
Slamet melanjutkan, kalau saja Jokowi mengambil skenario politik tersebut, Prabowo juga tidak bakal tinggal diam, untuk mengimbangi kekuatan Golkar.
Dia juga berpeluang merangkul NasDem dan PKB dalam kabinetnya, dengan demikian posisi Jokowi tetap lemah kendati didukung Golkar.
“Nah, ini juga akan menarik jika kemudian Golkar cenderung marah dalam pengertian PDIP justru dirangkul, maka bisa saja kemudian untuk menggantikan posisi untuk mengimbangi Golkar, maka Prabowo akan merangkul Nasdem dan PKB ke dalam koalisi pemerintahannya,” beber Slamet. (*)