PINUSI.COM - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri 12 organisasi, mengecam aksi Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) melaporkan tiga pakar hukum tata negara pemeran film dokumenter Dirty Vote.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai aksi pelaporan ini adalah bentuk membungkam masyarakat yang memaparkan dugaan kecurangan Pemilu 2024, dan menutup ruang masyarakat melakukan kontrol sosial.
DPP Foksi melaporkan film dokumenter Dirty Vote dengan pasal 280, dan 287 UU 7/2017 tentang larangan dalam kampanye pemilu, karena dianggap melanggar ketentuan masa tenang, dan dianggap kampanye hitam.
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari AJI (Aliansi Jurnalis Independen), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace, ICW, JATAM, Jeda untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI, mengecam pelaporan ini.
"Pembiayaan film ini juga berasal dari sumbangan individu dan organisasi masyarakat sipil."
"Narasi kampanye hitam yang disokong dengan penggunaan ketentuan UU 7/2017 tentang Pemilu, khususnya pasal 280 dan 287, pasal 280 ayat 1 sampai dengan 4 tentang larangan dalam kampanye pemilu, sama sekali tidak melarang pengungkapan atau publikasi fakta-fakta pelanggaran pemilu, seperti yang diungkap dalam film Dirty Vote."
"Narasi yang disebut Dirty Vote sebagai kampanye hitam merupakan bentuk legitimasi terhadap kritik dan fakta fakta yang disajikan pada film tersebut," kata Arif Maulana, anggota YLBHI.
Menurutnya, film dokumenter ini tidak untuk mendiskreditkan salah satu pihak atau menguntungkan salah satu pihak.
Namun sebaliknya, untuk kajian kritis bagi masyarakat, terkait fakta-fakta yang dipublikasikan melalui youtube.
"Tudingan DPP Foksi dengan pola ini merupakan serangan balik terhadap berbagai kritik sebelumnya kepada pemerintah, dengan mendiskreditkan para pengkritik atau pengungkap fakta dengan tuduhan negatif yang tidak berdasarnya," imbuhnya.
Film dokumenter ini, lanjutnya, tidak dibuat untuk menguntungkan atau merugikan peserta pemilu tertentu.
Tetapi sebaliknya, merupakan kajian kritis berdasarkan fakta-fakta yang telah dipublikasikan sebelumnya dalam berbagai karya jurnalistik, dan seluruh kandidat capres-cawapres yang berkontribusi pada bentuk-bentuk dugaan kecurangan Pemilu 2024 disebut dalam film berdurasi hampir 2 jam tersebut.
“Tudingan DPP Foksi dengan pola ini, merupakan serangan balik terhadap berbagai kritik sebelumnya kepada pemerintah dengan mendiskreditkan para pengkritik atau pengungkap fakta dengan tuduhan negatif yang tidak berdasar,” ucap Arif. (*)