PINUSI.COM - Politisi senior PDIP Aria Bima mengatakan, ke depan tidak perlu lagi ada pemilu dan pilkada, jika rezim bebas menggunakan kekuasaan, sehingga prosesnya sarat manipulasi.
Menurutnya, berbagai kecurangan dan pelanggaran Pemilu 2024 yang tidak ditangani dengan serius oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga mencapai puncaknya pada kerancuan sistem rekapitulasi suara yang terindikasi menguntungkan paslon tertentu, akan menjadi preseden bagi penyelenggaraan pemilu dan pilkada selanjutnya.
Aria Bima menilai, penguasa di pusat maupun di daerah akan memanfaatkan kekuasaan untuk menggiring atau memanipulasi proses pemilu, sebagaimana yang terjadi pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Tidak ada yang bisa melawan rezim, kalau melihat betapa proses pemilu sekarang yang manipulatif sejak awal ini seolah dibiarkan terjadi."
"Kalau masih kejadian seperti ini, percuma tahapan pemilu dilakukan, mending oligarki ditunjuk saja biar selesai."
"Ini mau pakai cara apa pun tidak akan bisa dilawan, manuvernya memang untuk memenangkan paslon tertentu," tutur Aria.
Ia berpendapat, tidak perlu ada pemilu lagi maupun pemilihan kepala daerah, jika sistemnya seperti sekarang, di mana penguasa tidak netral, dan menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi sistem pemilu melalui program pemerintah dan pengerahan aparat.
"Kalau pemilu dilakukan dengan sistem seperti sekarang ini, ada politisasi bansos, subsidi pupuk, intimidasi kepada aparat desa melalui dana desa, belum lagi money politic, terus untuk apa kampanye, debat, tim narasi, tim subtansi, tim intelektual dikumpulkan?"
"Tidak ada artinya semua, apalagi dengan closing yang amburadul seperti ini," beber Bima Arya di Jakarta, Jumat (16/2/2024).
Dia mengatakan, KPU dan Bawaslu seharusnya meminta maaf atas penyelenggaraan Pemilu 2024 yang buruk, dan hanya menjadi ajang membuang uang negara, namun demokrasi tercoreng.
"Saya merasa tidak perlu lagi ada pemilu, bahkan pilkada juga tidak perlu."
"Buat apa buang-buang uang untuk penyelenggaraan pemilu, sampai rekap suara aja keliru."
"Kalau kondisi seperti ini, manipulatif dan tidak ada netralitas dari pemerintah, saya tanya, kita masih perlu ada pemilu enggak?"
"Karena sederhana, pakai saja dana desa, ancam kepala desa, tidak perlu paslon berdebat visi-misi, buat kampanye terbuka, dan lain-lain. Toh, hasilnya sudah ketahuan," ucapnya. (*)