PINUSI.COM - Direktur Lembaga Riset Lanskap Politik Indonesia Andi Yusran menilai, kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud, lebih pantas menjadi oposisi jika keok dari Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024.
Andi meminta seluruh partai politik pengusung dua paslon ini tak cepat tergiur dengan ajakan rekonsiliasi yang ditawarkan Prabowo.
“Sebaiknya partai politik pendukung paslon 1 dan 3 jadi koalisi oposisi," kata Andi kepada wartawan, Senin (19/2/2024).
Kontribusi oposisi di negara demokrasi seperti Indonesia, kata Andi, jelas sangat penting.
Mereka menjadi penyimbang kekuasaan serta siap mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah.
Jika porsi oposisi dan pemerintah tak proporsional dan tak berimbang, maka demokrasi juga bisa pincang.
Untuk itu, kata Andi, menjadi oposisi adalah pilihan paling pas bagi partai politik pengusung capres-cawapres yang keok.
Andi mencontohkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dia bilang selama satu dekade memimpin negara ini, Jokowi nyaris tak bisa dikontrol oposisi lantaran kalah jumlah.
Hal ini, kata dia, sebagai tanda demokrasi di negara ini sedang tidak sehat.
"Memotret pemerintahan Jokowi selama dua periode dikawal oleh mayoritas partai politik parlemen, sehingga nyaris tidak ada kontrol dari parlemen terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan Jokowi," papar Andi.
PDIP Menolak Rekonsiliasi
PDIP sebagai partai pengusung capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud, telah menyatakan sikap politiknya.
Jika paslon yang diusung benar takluk pada pilpres kali ini, maka partai Banteng moncong putih ini bakal berdiri di luar pemerintahan.
Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, menanggapi ajakan rekonsiliasi yang ditawarkan Prabowo Subianto.
Hasto mengatakan, pihaknya tidak akan tergiur dengan janji manis kekuasaan jika merapat ke kubu pemerintah.
PDIP, kata dia, bakal kembali menjadi oposisi sebagaimana yang pernah dilakukan pada 2004 dan 2009, saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa.
"Indonesia ini tidak dikenal oposisi, tapi di luar struktur pemerintah," ujarnya, kemarin.
Hasto mengatakan, PDIP menjadi oposisi agar penguasa tak kebablasan, dia lantas mengungkit masa pemerintahan Jokowi yang saat itu merangkul banyak oposisi untuk masuk ke dalam kabinet pemerintahan.
Bagi Hasto, kondisi seperti itu justru memperburuk iklim demokrasi bangsa, lantaran hilangnya kontrol partai politik.
"Kondisi itu justru berpotensi membuat penguasa haus kekuasaan hingga memanipulasi hukum."
"PDIP akan berjuang di DPR. Melalui jalur parlemen," tegasnya. (*)