PINUSI.COM - Harga minyak turun di pasar Asia pada Senin (19/2/2024), di tengah-tengah berlanjutnya kekhawatiran akan melambatnya permintaan.
Kelompok Houthi yang berbasis di Yaman dan memiliki hubungan dengan Iran, mengeluarkan pernyataan bertanggung jawab atas serangan terhadap sebuah kapal tanker minyak di Laut Merah, yang mengindikasikan ketidakstabilan geopolitik di Timur Tengah belum juga mereda.
Eskalasi konflik di Timur Tengah, terutama perang antara Israel dan Hamas, menjadi penopang utama naiknya harga minyak, terutama karena pertempuran di Laut Merah telah mengakibatkan penundaan pengiriman minyak ke Asia dan beberapa bagian Eropa.
Namun, kenaikan harga minyak sebagian besar telah diredam oleh kekhawatiran akan penurunan permintaan, terutama dalam menghadapi kenaikan suku bunga di AS dan memburuknya kondisi ekonomi global.
Badan Energi Internasional (IEA) minggu lalu memperingatkan perlambatan permintaan pada 2024, dan merilis data yang menunjukkan Inggris dan Jepang telah memasuki resesi.
Minyak mentah Brent untuk pengiriman April turun 0,7% menjadi USD 82,91 per barel, dan minyak mentah WTI turun 0,7% menjadi USD 77,91 per barel. Keduanya telah naik sekitar 2% minggu lalu.
Volume perdagangan kemungkinan besar akan melemah pada Senin, karena pasar AS tutup.
Harga minyak mencatat kenaikan dua minggu berturut-turut, tetapi gagal melampaui kisaran perdagangannya secara signifikan sejauh ini di tahun 2024.
Dolar AS yang lebih kuat, terutama setelah indikator inflasi AS yang kuat minggu lalu, juga membebani minyak.
Di pasar Asia pada Hari Senin, dolar stabil.
Angka inflasi konsumen dan produsen AS yang lebih baik dari perkiraan yang dirilis minggu lalu, memperkuat kekhawatiran Federal Reserve AS kemungkinan tidak akan memangkas suku bunga paling cepat pada 2024. Hal ini sebenarnya dapat mendukung dolar.
Suku bunga yang lebih tinggi akan merugikan permintaan minyak, karena akan menghambat aktivitas ekonomi.
Data lain yang dirilis minggu lalu menunjukkan, produksi minyak mentah AS tetap berada di rekor tertinggi lebih dari 13 juta barel per hari.
Produksi AS yang kuat secara luas, diperkirakan akan mengompensasi kekurangan pasokan yang timbul dari gejolak di Timur Tengah, dan pengurangan produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak. (*)