PINUSI.COM - Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) mengungkapkan, hingga saat ini performa industri minuman ringan belum pulih sejak pandemi Covid-19, dan diprediksi masih akan terus menghadapi tantangan pada 2024.
Hal ini terlihat dari kinerja penjualan minuman ringan di luar Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2.6 persen pada 2023.
"Kinerja industri minuman dengan pengecualian pada AMDK mengalami pertumbuhan yang negatif di tahun 2023."
"Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti laju inflasi pangan di Indonesia yang naik sehingga berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat."
"Kemudian, faktor meningkatnya biaya logistik yang dikarenakan oleh kondisi geopolitik yang tidak stabil dan meningkatnya harga bahan baku," kata Triyono.
Di sisi lain, menurut Triyono, industri makanan dan minuman (mamin) memiliki kontribusi signifikan terhadap total produk domestik bruto (PDB) Indonesia
Karena menurut data Kemenperin pada 2023, industri makanan dan minuman memiliki kontribusi sebesar 39,10% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) di sektor nonmigas, serta 6,55% terhadap PDB nasional.
"Meski tingkat penjualan secara umum mengalami pertumbuhan sebesar 3,1 persen dari 2022-2023, akan tetapi diluar penjualan air mineral dalam kemasan, industri minuman mengalami pertumbuhan negatif."
"Karena menilik pada kategori yang lebih mendalam, data Nielsen tahun 2023 menunjukkan kinerja kategori Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun 2023 turun drastis untuk seluruh jenis minuman."
"Dengan penurunan terdalam pada minuman air teh kemasan yang mengalami penurunan sebesar 11,9 persen dari 2022 ke 2023," ungkap Ketua Umum ASRIM Triyono Prijosoesilo di Jakarta, Kamis (14/3/2024).
"Melihat kondisi ekonomi saat ini, industri minuman ringan masih akan menemui tantangan dalam pertumbuhan usahanya, seperti penurunan daya beli masyarakat, karena konsumen yang semakin selektif terhadap pos pengeluaran.
"Untuk itu, diharapkan peran pemerintah dan pengambil kebijakan dalam menentukan nasib industri minuman ringan yang menyerap banyak tenaga kerja ini," tutur Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal.
Mengacu pada fakta tersebut, ASRIM yang merupakan asosiasi non-profit yang terdiri dari perusahaan minuman ringan yang tidak mengandung alkohol (NARTD – Non Alcoholic Ready To Drink), halal, baik dari sisi proses maupun bahan baku, yang beranggotakan perusahaan-perusahaan produsen minuman ringan, membuat pihak Kemenperin akan melakukan berbagai upaya untuk mendorong pemulihan secara maksimal.
"Dengan melihat dampak ekonomi yang besar dari industri minuman ringan, maka kami akan terus mendorong pemulihan kinerja industri lewat berbagai program pemerintah."
"Seperti program pameran produk makanan dan minuman di dalam dan di luar negeri, restrukturisasi mesin peralatan, mendorong pemberian berbagai insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance dan super deduction tax, serta mendorong transformasi digital menuju industri 4.0."
"Kami berharap kinerja industri minuman bisa kembali tumbuh positif seperti sebelum pandemi," harap Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria.
"Kami berharap diskusi ini dapat memberikan pandangan, industri minuman ringan masih memerlukan waktu untuk kembali pada pertumbuhan yang stabil."
"Dan diharapkan ke depannya, implementasi dari kebijakan yang akan diambil dapat tepat sasaran dengan mempertimbangkan kondisi yang ada, serta untuk melakukan evaluasi berkala terhadap dampak yang terjadi di industri," harap Triyono. (*)