PINUSI.COM - Direktur Gerakan Perubahan Muslim Arbi menyentil keras pemerintah yang jor-joran mengimpor beras dari Filipina.
Pemerintah memilih mengimpor beras, lantaran petani Indonesia gagal panen akibat badai El Nino.
Menurut Muslim, alasan badai El Nino yang dikemukakan pemerintah hanya alibi.
Pemerintah, kata dia, memang sedari awal sudah punya niat mendatangkan beras dari luar negeri.
Alasan gagal panen karena El Nino dirasa tak masuk akal, lantaran Filipina dan Vietnam sebagai eksportir beras ke Indonesia, juga dilanda El Nino
Muslim mengatakan, impor beras adalah bentuk ketidakpedulian pemerintah terhadap para petani lokal.
"Joko Widodo lebih utamakan petani asing dibanding petani sendiri,” kata Muslim kepada wartawan, Senin (18/3/2024).
Pemerintah memutuskan mengimpor beras sebanyak 1,6 juta ton hingga akhir 2024, setelah sebelumnya juga mengimpor 2 juta ton beras pada akhir 2023.
Muslim lantas mengait-ngaitkan impor beras dengan masalah politik Pilpres 2024.
Dia menduga impor beras dilakukan sebagai bentuk balas budi, lantaran pihak asing telah menyetor sejumlah dana untuk kepentingan kelompok tertentu pada Pilpres 2024.
"Patut diduga impor dilakukan para importir yang sudah sawer dana Pilpres dan Pemilu?"
"Imbalannya, pemerintah membuka kran impor, untuk mengembalikan dana yang telah disetor para importir,” duga Muslim.
Sementara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku pemerintah tak mudah mengurus masalah pangan bagi 270 juta masyarakat Indonesia.
Kepala negara mengaku pemerintah kesulitan mengatur distribusi pasokan beras, lantaran jumlah penduduk tak seimbang dengan penyediaan pangan.
Pemerintah, kata dia, mesti putar otak, supaya distribusi pasokan beras tetap merata bagi seluruh masyarakat.
"Jadi ngurus yang namanya beras, ngurus yang namanya pangan, untuk 270 juta penduduk Indonesia, sangat sulit."
"(Karena) harus menyediakan beras untuk 270 juta penduduk Indonesia, tidak mudah."
"Kebutuhan kita setiap tahun 31 juta ton, begitu kurang sedikit, carinya di mana?"
"Tapi kalau produksi petani banyak, kita tenang," tutur Jokowi.
Jokowi mengatakan, apabila pemerintah salah langkah dalam pendistribusian pangan, maka bakal berimbas fatal.
Beban pemerintah, kata Jokowi, semakin berat dengan tekanan para petani dan ibu-ibu rumah tangga.
Apabila harga beras diturunkan, maka pemerintah bakal kena semprot para petani.
Begitu juga sebaliknya, jika harganya dinaikkan, maka giliran ibu-ibu rumah tangga yang mengomel.
"Kalau harga beras turun, saya itu dimarahin petani, tapi kalau beras naik, dimarahin ibu-ibu."
"(Itu) sulitnya pemerintah di situ, mencari keseimbangan, itu yang sulit."
"Saya pas beras naik, saya main ke sawah, wah petani senang."
"Begitu saya ke pasar ketemu ibu-ibu, (ditanya) gimana harga beras, pak? Inilah yang namanya harga," paparnya. (*)