PINUSI.COM - Jamiluddin Ritonga, pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, memperkirakan presiden terpilih Prabowo Subianto sulit menampung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke dalam koalisinya.
Menurut Jamiluddin, ada sejumlah alasan yang bikin eks Danjen Kopassus itu tak mau menerima PKS.
Alasan pertama, kata Jamiluddin, adalah karena hubungan Prabowo dan PKS yang sudah lama tak harmonis.
Jamiluddin mengeklaim hubungan kedua belah pihak mulanya berjalan baik, bahkan sempat membentuk sebuah koalisi pada Pilpres 2014 dan 2019.
Namun mereka semakin berjarak setelah Prabowo memutuskan bergabung ke pemerintahan Presiden Joko Widodo, dengan menerima tawaran sebagai Menteri Pertahanan.
Hubungan baik yang sudah terlanjur rusak tersebut, lanjut Jamiluddin, membuat PKS tidak lagi menjadi prioritas Prabowo.
PKS sudah sudah tak diangap sebagai parpol penting lagi oleh Prabowo Subianto.
“PKS bukanlah prioritas untuk didekati," kata Jamiluddin kepada wartawan, Rabu (1/5/2024).
Alasan lain yang membuat Prabowo merasa tak membutuhkan PKS dalam kabinetnya, adalah kehadiran Partai Gelora, partai non parlemen yang sedari awal sudah berjuang bersama Prabowo di Pilpres 2024.
Jamiluddin mengatakan, kehadiran Partai Gelora di koalisi Prabowo-Gibran membuat PKS hilang kesempatan, sebab petinggi partai tersebut merupakan orang-orang yang dahulunya adalah pengurus dan kader PKS.
“Gelora juga sudah ikut berkeringat mengantarkan Prabowo menjadi pemenang pada Pilpres 2024," terangnya.
Prabowo-Gibran saat ini tengah berupaya merangkul semua parpol rival di Pilpres 2024, untuk masuk ke dalam koalisi pemerintah.
Prabowo diklaim sedang mengatur waktu untuk bertemu PKS dalam waktu dekat, setelah dirinya tak hadir pada acara halalbihalal di markas PKS yang digelar pada akhir pekan lalu.
Prabowo sudah sukses membawa dua parpol rekan sekoalisi PKS, yakni NasDem dan PKB, untuk bergabung ke koalisi pemerintahan.
NasDem, PKB, dan PKS adalah parpol pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin). (*)