PINUSI.COM - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memberikan tanggapan terhadap laporan mengenai kemungkinan Thrombosis Thrombocytopenia Syndrome (TTS), yang dapat disebabkan oleh vaksin AstraZeneca yang digunakan oleh masyarakat Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19.
"Di bidang imunologi vaksinasi, dan saya ingat juga AstraZeneca ini isu mengenai itu sudah ada dulu, waktu kita zamannya pandemi Covid-19."
"Seingat saya waktu itu memang ada risiko tersebut, kecil."
"Tapi dilihat oleh dunia medis WHO, kan yang meng-approve langsung ini bilang bahwa benefitnya lebih besar dari pada risiko, sehingga waktu itu diberikan izin untuk dijalankan di seluruh dunia," ujar Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (3/5/2024).
Menurut Budi, protokol yang diterapkan di Indonesia sejalan dengan standar internasional.
Indonesia Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI) juga turut memastikan aspek keamanan dari penggunaan vaksin Covid-19.
"Kita minta (ITAGI) untuk memberikan kajian ini vaksin-vaksin yang masuk ada Pfizer, AstraZeneca, Moderna, apalagi teknologi-teknologinya baru kan, yang mRNA ini kan itu seperti apa."
"Dan kesimpulannya mereka sama, dilihat benefit sama risk."
"Jadi waktu itu kan kita yang terkena, kan sampai ratusan juta orang yang memiliki kemungkinan untuk mati," jelas Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (3/5/2024).
Budi mengakui adanya risiko yang terkait dengan penggunaan vaksin pada tubuh manusia, karena setiap individu memiliki faktor genetik yang berbeda, yang berarti dampaknya juga dapat bervariasi.
"Ada beberapa yang mungkin cocok, ada beberapa yang mungkin tidak cocok."
"Dan pertimbangannya waktu itu adalah ini benefitnya juga lebih besar untuk melindungi masyarakat secara umum dibandingkan risiko," tambahnya.
Dalam kasus ini, Budi menggambarkan analogi dengan tindakan operasi pada jantung, di mana risiko selalu diketahui oleh semua pihak, termasuk dokter. Namun, manfaatnya untuk menyembuhkan penyakit jauh lebih besar.
"Dan alhamdulillah sampai sekarang saya cek datanya, apakah ada kejadian itu di Indonesia, apakah ada kejadian itu di luar negeri, mungkin ada."
"Nah, besarnya berapa banyak, sekali lagi tergantung dari genetik."
"Karena beda-beda kan antara ras Jawa dengan ras Sumatera, dengan ras Sulawesi, Kalimantan, kan beda-beda," beber Budi. (*)