PINUSI.COM - Kasus penganiayaan maut terhadap Putu Satria Ananta Rustika (19), taruna tingkat 1 Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta, mulai terungkap.
Dalam penyelidikannya, polisi menggandeng ahli bahasa dalam proses tersebut.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan, penggunaan tenaga ahli bahasa diperlukan untuk mengartikan maksud dari ujaran-ujaran para tersangka ketika melakukan perploncoan terhadap korban, Jumat (3/5/2024) lalu.
"Kami menggunakan atau melakukan pemeriksaan terhadap ahli bahasa, karena memang ada bahasa-bahasa pakemnya mereka yang kemudian mempunyai makna tersendiri," Ungkap Gidion saat dikonfirmasi pada Kamis (9/5/2024) malam.
Gidion menjelaskan, keempat tersangka memiliki peran masing-masing dalam kasus ini, termasuk mengucapkan beberapa istilah tertentu saat melakukan tindak pidana itu.
Tersangka utama, Tegar, berperan sebagai orang yang memukul korban.
Lalu, tersangka FA berperan memanggil korban dan empat rekannya dari lantai 3 ke lantai 2, karena menganggap kelima juniornya itu melakukan kesalahan, yakni memakai baju olahraga ke ruang kelas.
"Dia mengatakan, woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!"
"Jadi turun dari lantai 3 ke lantai 2," jelas Gidion.
Selanjutnya, tersangka WJP berperan memprovokasi tersangka Tegar untuk memukula Putu.
WJP juga meminta Putu tidak mempermalukan dirinya dan harus kuat menerima pukulan.
Ia menyebut korban sebagai CBDM yang selanjutnya diduga kuat memiliki kepanjangan 'calon bas drum' atau istilah untuk pemegang salah satu instrumen dalam drumband STIP Jakarta.
"Jangan malu-maluin CBDM, kasih paham. Ini bahasa mereka," ungkap Kapolres, mengungkapkan ujaran yang dilontarkan tersangka WJP.
Tak sampai di situ, setelah Tegar memukuli ulu hati Putu di dalam toilet lantai 2 kampus, WJP kembali mengucapkan kata-kata bernada provokatif.
Ia melihat korban seakan masih kuat menerima pukulan, dengan mengatakan saat itu Putu tidak sampai 'parade rest' atau istirahat di tempat.
"Kemudian ketika korban setelah dilakukan pemukulan oleh saudara TRS (Tegar), tersangka WJP mengatakan, bagus, enggak parade rest."
"Artinya masih kuat gitu ya," sambung Kapolres.
Kemudian, tersangka KAK yang merupakan taruna tingkat 2, berperan menunjuk Putu untuk dijadikan korban pemukulan pertama, sebelum berlanjut ke empat taruna tingkat 1 lainnya.
"Peran KAK adalah menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka TRS, dengan mengatakan "adikku aja nih, mayoret terpercaya."
"Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, mempunyai makna tersendiri di antara mereka," jelas Kapolres.
Keempat tersangka yang seluruhnya merupakan taruna tingkat 2 STIP Jakarta ini, terancam hukuman 15 tahun penjara. (*)