PINUSI.COM - Fraksi PSI DPRD Jakarta meminta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), lebih teliti dalam program penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga Jakarta.
Sebab, selama sebulan terakhir, PSI telah menerima hampir 100 aduan dari masyarakat terkait program tersebut.
Anggota Fraksi PSI DPRD Jakarta Simon Lamakadu menilai, hal ini menunjukkan adanya kekhawatiran dan kebingungan di masyarakat.
“Kami memahami pentingnya program penataan data kependudukan untuk efisiensi anggaran, dan agar program pemerintah tepat sasaran."
"Namun, kami juga perlu memastikan pelaksanaannya tidak merugikan warga yang masih aktif dan berdomisili di Jakarta,” ucapnya, Jumat (31/5/2024).
Oleh karena itu, hari ini Fraksi PSI Jakarta melakukan audiensi dengan Kepala Dinas Dukcapil Jakarta beserta jajarannya.
Selama audiensi, Simon menyampaikan beberapa masukan penting kepada Dinas Dukcapil.
Salah satu isu utama yang diangkat adalah terkait banyaknya NIK yang dinonaktifkan, meskipun setelah dilakukan survei lapangan oleh petugas Dukcapil, alamat domisili dan KTP warga tersebut sesuai.
“Kami berpendapat perlu ada diskresi khusus, di mana setelah petugas Dukcapil melakukan survei dan ada kesesuaian data, warga tidak perlu mengisi formulir reaktivasi lagi."
"NIK mereka bisa langsung diaktifkan oleh petugas Dukcapil. Perlu dibuatkan petunjuk teknis yang jelas soal ini,” kata Simon.
Selama ini, Dukcapil menggunakan Kelompok Dasa Wisma sebagai sumber informasi tunggal keberadaan warga.
Fraksi PSI merekomendasikan agar ada perbaikan SOP, di mana pihak RT juga harus dimintakan konfirmasi terkait keberadaan warga tersebut.
“Informasi dari RT sangat penting untuk memastikan data yang akurat tentang keberadaan warga di wilayah tersebut,” tambah Simon.
Untuk kasus di mana alamat KTP dan domisili berbeda tetapi masih dalam wilayah administrasi Jakarta, Fraksi PSI merekomendasikan pemutakhiran data secara online melalui aplikasi khusus seperti Alpukat Betawi (Akses Langsung Pelayanan Dokumen Kependudukan Cepat dan Akurat), sebelum warga datang ke kelurahan untuk mencetak ulang identitas kependudukan.
“Pemutakhiran data secara online perlu disosialisasikan lebih masif lagi, agar lebih banyak warga yang memanfaatkannya” imbuh Simon.
Masalah lain yang diangkat adalah terkait warga yang berdomisili di Rusun atau hunian vertikal.
Ditemukan banyak warga masih disuruh menyertakan surat pengantar dari PPPSRS, padahal banyak apartemen di Jakarta yang belum membentuk PPPSRS atau masih bersengketa dengan pengelola.
“Kami merekomendasikan agar cukup menggunakan surat pernyataan yang ditandatangani oleh RT/RW."
"Dukcapil juga perlu bekerja sama dengan pengelola untuk mendapatkan data warga yang berada di hunian vertikal dan ber-KTP DKI,” jelas Simon.
Selain itu, terkait adanya data KIA anak yang dinonaktifkan, sementara identitas orang tuanya masih aktif dan berdampak pada PPDB, perlu dilakukan query data untuk mengecek seberapa banyak anak yang berpotensi terhambat pendaftaran PPDB-nya, akibat kekeliruan update data ini.
Fraksi PSI juga menekankan warga Jakarta yang mungkin tinggal di luar Jakarta tetapi masih memiliki aset aktif di Jakarta, sebaiknya dikecualikan dari program ini.
Saat ini Dukcapil memiliki beberapa kanal pengaduan dengan tiga nomor WA dan tiga nomor Telegram.
Fraksi PSI merekomendasikan dibuatkan nomor tunggal pengaduan dengan beberapa kanal yang disesuaikan dengan kebutuhan, memanfaatkan teknologi AI untuk pertanyaan dan informasi yang bersifat umum, serta menyediakan agen yang akan menerima chat aduan warga.
“Kami berharap masukan konstruktif ini dapat membantu Dinas Dukcapil dalam meningkatkan kualitas pelayanan kependudukan di Jakarta, dan memastikan program penataan data kependudukan berjalan dengan efektif tanpa merugikan warga,” papar Simon Lamakadu. (*)