PINUSI.COM - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan batas usia minimum 30 tahun untuk calon kepala daerah, sebagai keputusan sontoloyo.
Menurutnya, putusan tersebut justru melanggar UU 10/2016, yang menyebutkan batas usia minimum 30 tahun adalah syarat administrasi seseorang, untuk bisa mendaftar sebagai calon gubernur atau wakil gubernur.
“Saya mengatakan itu putusan-putusan sontoloyo."
"Kenapa putusan sontoloyo? Kalai kita baca UU 10/2016, itu jelas syarat untuk mencalonkan diri atau dicalonkan."
"Jadi sudah jelas, itu bukan syarat untuk dilantik,” ucapnya, Senin (3/6/2024).
Lantaran menabrak hukum, ia menyebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak harus mengikuti putusan MA.
Apalagi, keputusan tersebut dinilai sarat kepentingan politik, untuk memuluskan langkah Ketua Umum PSI sekaligus bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, maju di Pilkada Jakarta 2024.
“Apalagi ada putusan MA, mahkamah adik. Kalau kemarin (putusan MK), mahkamah kakak,” ujarnya.
Oleh karena itu ia menilai, saat ini demokrasi di Indonesia sudah mulai tergerus lantaran maraknya praktik KKN, yang dilakukan para pejabat negara.
“Kerusakan sistem pemilu kita itu sudah makin menjadi-jadi."
"Padahal bukan ini maksud dari reformasi. Reformasi itu memberantas KKN, korupsi, kolusi, dan nepotisme.”
“Ini korupsi makin tinggi, terbukti dengan indeks persepsi korupsi kita yang tidak naik sejak zaman SBY,” tuturnya. (*)