PINUSI.COM - Arifuddin Lako, mantan narapidana kasus terorisme, mendukung upaya pemerintah melalui lembaga negara seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Polri, menuntaskan masalah radikalisme dan terorisme di Sulawesi Tengah.
Menurut Arifuddin, pencegahan yang dilakukan BNPT dan penindakan Densus 88 AT Polri untuk mengatasi masalah terorisme di Sulawesi Tengah, sudah cukup banyak.
Namun, menurutnya perlu keterlibatan lebih banyak pihak, agar pencegahan penyebaran ideologi radikal dapat berjalan lebih efektif.
"Pemerintah tetap harus selalu proaktif, tidak bisa Sulawesi Tengah dilihat aman-aman saja."
"Yang kita lihat sekarang, ternyata ada lagi yang terlibat terorisme."
"Jadi tetap perlu keterlibatan banyak pihak, agar upaya pencegahan tersebut bisa benar-benar efektif," kata Arifuddin.
Pernyataan Arifuddin itu mengomentari penangkapan 7 orang yang diduga anggota kelompok teroris Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah pada Selasa 16 April 2024.
Sebanyak 4 orang merupakan warga Kota Palu, dua orang warga Kabupaten Sigi, dan satu orang warga Kabupaten Poso.
Karena itu, ia menganggap penangkapan itu menjadi bukti kelompok teroris Jamaah Islamiyah masih eksis di Sulawesi Tengah.
"Kalau yang ditangkap adalah nama-nama baru, berarti kelompok tersebut melakukan perekrutan lagi. Ini yang harus diwaspadai."
"Saya berharap ada pengecekan lebih lanjut terhadap identitas mereka yang ditangkap, untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kelompok itu," harap mantan anggota kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) itu, di Poso, Sulawesi Tengah, Sabtu (20/4/2024).
Sebelumnya, Kepala BNPT Mohammed Rycko Amelza Dahniel, meminta semua pihak tetap waspada terhadap perkembangan terorisme di Indonesia.
Sebab, bisa saja yang terlihat hanya merupakan fenomena di atas permukaan dalam sebuah teori gunung es, atau yang dikira masalahnya sudah selesai, tapi ternyata masih banyak faktor yang bisa melatarbelakangi munculnya terorisme.
"Fenomena yang muncul di permukaan seperti serangan teroris, ada fenomena lain di bawah permukaan, yakni terjadi peningkatan konsolidasi dan proses radikalisasi dengan 3 indikator."
"Indikator pertama, penguatan sel terorisme yang diperlihatkan dengan semakin banyaknya pelaku yang ditangkap serta penyitaan senjata, amunisi, dan bahan peledak."
"Kedua, peningkatan pengumpulan dana teroris."
"Ketiga, terjadi peningkatan proses radikalisasi dengan sasaran tiga kelompok rentan, yakni perempuan, anak-anak, dan remaja," beber Rycko. (*)