PINUSI.COM, Jakarta - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai saat ini Indonesia mulai perlu memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Berdasarkan laporan Emission Gap Report dari United Nations Environment Programme (UNEP), temperatur rata-rata global saat ini sudah mulai mendekati 1,5 derajat celcius.
Bahkan, pada bulan September dan Oktober 2023 sempat memecahkan rekor emisi global.
"Ada gap 19-27 GtCO2e. Antara skenario kebijakan yang ada dan komitmen yang sejalan dengan Perjanjian Paris," ujar Manager Riset IESR, Raditya Yudha Wiranegara di Jakarta kepada Pinusi.com, Kamis (6/6).
Raditya menilai jika tidak ada tindakan yang segera diambil, maka PLTU akan menghasilkan emisi kumulatif sebesar 33 GtCO2 hingga 2100.
Transisi batu bara juga dapat menghindarkan diri dari ketergantungan ekonomi yang selama ini telah menjadi sumber daya utama.
"Apalagi di saat permintaan diproyeksikan terus menurun," ujarnya.
Dengan begitu, imbuh Raditya, PLTU akan semakin ditinggalkan oleh negara-negara global. Hal itu juga ditopang dengan turunnya permintaan batu bara yang kemudian berdampak pada kenaikan harga batu bara.
"Pembangkit listrik energi terbarukan akan semakin murah dan PLTU baru sebaliknya," pungkasnya.