PINUSI.COM - Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menyoroti revisi Undang-undang Kementerian yang sedang dibahas di DPR.
Dia mewanti-wanti, jangan sampai revisi undang-undang itu justru bertujuan hanya untuk mengakomodir kepentingan partai politik, yang mendukung Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, jangan sampai revisi Undang-undang Kementerian hanya untuk membagi-bagi kekuasaan, berupa jatah menteri kepada parpol-parpol pengusung Prabowo-Gibran.
"PDIP memberikan warning, memberikan masukan, janganlah terjadi misalnya, apa RUU Kementerian Negara itu terkesan hanya untuk bagi-bagi kekuasaan, bagi-bagi kursi, bagi-bagi kue."
"Untuk mengakomodasi berbagai macam kepentingan partai politik yang kemarin memenangkan Pak Prabowo," Kata Djarot kepada wartawan, Jumat (17/5/2024).
Revisi Undang-undang Kementerian Negara memang membetot perhatian publik.
Wacana revisi itu mengemuka di tengah isu kabinet gemuk pemerintahan Prabowo-Gibran, yang disebut-sebut bakal diisi sekitar 40 menteri.
Saat ini, revisi Undang-undang Kementerian Negara sudah dijadikan usul inisiatif DPR, dan akan dibawa untuk disahkan di rapat paripurna.
Terdapat sejumlah perubahan dalam draf RUU itu, salah satunya soal jumlah menteri yang sebelumnya dibatasi maksimal hanya 34 menteri.
Kini, penentuan jumlah kementerian diusulkan dan diserahkan kepada presiden dengan mempertimbangkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, tanpa ada batasan menteri.
Djarot mengatakan, pihaknya bakal maju paling depan untuk melakukan tugas dan pengawasan.
Revisi undang-undang, kata dia, harus untuk mengakomodir kepentingan masyarakat.
Jika terkesan, hanya bagi-bagi kekuasaan dan mengabaikan kepentingan bangsa, pihaknya tak bakal tinggal diam.
"Kalau motifnya bagi-bagi kekuasaan, silakan, kami akan mengontrol, jangan sampai uang negara, jangan sampai persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat kemudian tidak justru terselesaikan," tegasnya.
Djarot menegaskan, pemerintah harus bertanggung jawab atas berbagai persoalan yang dihadapi rakya.
Jangan sampai, setelah mendapat kekuasaan, malah justru membangun dinasti dan kerajaan, dan mengabaikan semua kepentingan rakyat.
"Jangan sampai justru karena sibuk untuk membangun tadi kerajaan-kerajaan," imbuhnya. (*)