PINUSI.COM - Kubu calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, ngotot menyalahkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pendamping Prabowo, di Pilpres 2024.
Dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden 2024 yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (1/4/2024), kubu Anies-Muhaimin masih konsisten membawa isu ini.
Ahli hukum pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Bambang Eka Cahya yang hadir sebagai saksi kubu Anies-Muhaimin, mengatakan arena pertarungan Pilpres 2024 menjadi tidak seimbang gara-gara kehadiran Gibran sebagai cawapres.
Gibran disebut masuk ke dalam arena ini lewat pintu yang tak semestinya.
Berbagai peraturan diubah untuk memuluskan langkahnya, salah satunya adalah mengutak-atik peraturan nomor 19 tahun 2023 yang menyatakan batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun.
"Perubahan persyaratan dalam waktu yang singkat di tengah proses pendaftaran mengakibatkan perubahan mendasar terhadap peta koalisi Pemilu 2024."
"Masuknya Gibran putra Presiden (Joko Widodo) menimbulkan ketimpangan arena kompetisi, sehingga pemilu sebagai demokrasi prosedural mengalami disfungsi elektoral," tutur Bambang.
Bagi Bambang, perubahan peraturan pemilu bukan sesuatu yang diharamkan konstitusi.
Namun, perubahan itu tidak akan dibenarkan jika dilakukan secara mendadak demi kepentingan kelompok tertentu.
Perubahan peraturan-peraturan pemilu semestinya dilakukan jauh-jauh hari sebelum kontestasi dimulai, bukan sebaliknya, perubahan dibuat dan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok tertentu.
"UU Pemilu mestinya tidak diubah di tengah pemilu (perubahan pasal 169 huruf q UU Pemilu), agar terjadi kesempatan yang sama."
"Tidak ada yang secara spesifik diuntungkan oleh perubahan dadakan tersebut," terangnya.
Kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memboyong 7 ahli dan 11 saksi dalam lanjutan sidang PHPU presiden dan wakil presiden 2024, di MK, Senin (1/4/2024).
7 ahli yang dihadirkan adalah ekonom senior Faisal Basri, Ahli Ilmu Pemerintahan Bambang Eka Cahya, Ahli Hukum Administrasi Ridwan, Ekonom UI Vid Adrison, Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) UII Yogyakarta Yudi Prayudi, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, dan Pakar Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan.
Sedangkan 11 saksi adalah Mirza Zulkarnain, Muhammad Fauzi, Anies Priyoasyari, Andi Hermawan, Surya Dharma, Achmad Husairi, Mislani Suci Rahayu, Sartono, Arif Patra Wijaya, Amrin Harun, dan Atmin Arman.
"Berdasarkan catatan yang disampaikan kepaniteraan, pemohon I mengajukan tujuh ahli dan 11 saksi," terang Ketua MK Suhartoyo. (*)