PINUSI.COM - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah merespons pernyataan anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Hugua, yang meminta politik uang dalam penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) dilegalkan.
PDIP menjadi salah satu partai politik yang paling getol menuding Pilpres 2024 curang.
Partai moncong putih itu juga paling rajin menyebar narasi politik uang di gelaran pilpres yang dimenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu.
Menurut Fahri, pernyataan anak buah Megawati Sukarnoputri membuat masyarakat semakin mengerti arti maling teriak maling.
Hugua, kata dia, seperti sedang mempertontonkan aibnya sendiri.
"Sekarang kita mengerti tentang maling teriak maling."
"Seolah pilpres yang curang, padahal pileg lah yang curang," kata Fahri, Sabtu (18/5/2025).
Fahri melanjutkan, pernyataan Hugua juga mengonfirmasi salah satu partai politik terbesar itu tak punya solusi mengatasi berbagai masalah politik di negara ini, termasuk politik uang. PDIP ia sebut kehilangan akal.
"Pengakuan partai terbesar dari Komisi II DPR bahwa money politic telah menjadi budaya dalam pemilu kita, artinya partai politik telah kehilangan akal dalam mengatasi kecurangan," ucapnya.
Klarifikasi PDI Perjuangan
Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat angkat bicara, setelah anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Hugua, menjadi bulan-bulan masyarakat, lantaran meminta politik uang dilegalkan dalam hajatan pemilihan umum (Pemilu).
Djarot mengatakan, rekan separtainya itu hanya keceplosan melontarkan pernyataan kontroversial itu.
Sesungguhnya, kata Djarot, pernyataan itu adalah bentuk keputusasaan dan kekecewan kader PDIP, yang menyaksikan praktik politik uang tumbuh subur di Indonesia.
Djarot meminta masyarakat tak terlampau polos memaknai pernyataan tersebut.
Menurutnya, itu adalah pernyataan yang sebetulnya menjadi tamparan keras buat pemerintahan, yang disebutnya seolah menutup mata atas berbagai praktik politik menyimpang itu.
"Kemarin anggota Komisi II Pak Hugua, kemudian keceplosan ngomong kalau begitu money politics itu dilegalkan saja."
"Ini sebetulnya bentuk kejengkelan, bentuk keputusasaan, bentuk keprihatinan dan kegeraman," kata Djarot kepada wartawan, Jumat (17/5/2024).
Eks Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, politik uang adalah prakrik menyimpang yang diharamkan konstitusi.
Sayangnya, tindakan-tindakan seperti ini justru dibiarkan begitu saja.
Bahkan, politik uang, kata dia, cenderung meningkat di setiap hajatan pesta demokrasi.
"Tentu saja money politics ini diharamkan, tapi dalam praktiknya terjadi secara masif," ucapnya.
Parahnya lagi, lanjut Djarot, pada Pilpres 2024, praktik poltik uang sudah dilakukan secara terang-terangan, layaknya sebuah hal lazim yang tak melanggar hukum.
Djarot menegaskan, selama politik uang dimaklumi pemerintah, maka itu pertanda mutu demokrasi di negara ini sudah merosot jauh.
"Bahkan untuk pilihan presiden sekarang ini, ada laporan itu (money politics) juga banyak."
"Ini tidak boleh dibiarkan," tuturnya. (*)