PINUSI.COM - Tagar #IndonesiaGelap terus menjadi perbincangan hangat di media sosial sejak awal Februari 2025. Gelombang kritik dari warganet terhadap kebijakan pemerintah semakin meningkat, memicu aksi demonstrasi di berbagai daerah sebagai bentuk protes atas berbagai kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat.
Isu #IndonesiaGelap muncul sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai problematik. Beberapa di antaranya adalah:
Aturan baru terkait distribusi elpiji 3 kg, yang menyebabkan kelangkaan gas di beberapa wilayah.
Efisiensi anggaran yang berimbas pada gelombang PHK di berbagai sektor.
Pemangkasan tunjangan bagi dosen dan tenaga pendidik.
Situasi ini memicu aksi unjuk rasa yang berlangsung serentak di berbagai kota besar, termasuk Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Lampung, Samarinda, Banjarmasin, Aceh, dan Bali. Demonstrasi terbesar terjadi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, diikuti oleh ratusan mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil pada Senin (17/2/2025).
Respons Tiga Tokoh Publik Terkait Isu #IndonesiaGelap
Tidak semua pihak setuju dengan narasi Indonesia Gelap. Beberapa tokoh publik dan pejabat pemerintah memberikan tanggapan atas fenomena ini.
1. Luhut Binsar Pandjaitan: "Yang Gelap Itu Kamu, Bukan Indonesia"
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menolak anggapan bahwa Indonesia berada dalam kondisi gelap.
"Kalau ada yang bilang Indonesia gelap, yang gelap itu kamu, bukan Indonesia. Kita jangan asal klaim," ujar Luhut dalam acara The Economic Insights 2025 di Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Luhut mengakui adanya permasalahan ekonomi, tetapi menurutnya, situasi serupa juga dialami oleh negara lain, seperti Amerika Serikat, yang juga mengalami masalah kurangnya lapangan kerja.
Ia juga menyoroti upaya pemerintah dalam membuka kesempatan kerja, termasuk dengan merekrut 300 generasi muda untuk bekerja di Perum Peruri dalam proyek GovTech. Selain itu, Luhut menyebut bahwa Indonesia memiliki potensi besar dengan jumlah penduduk yang mencapai 282 juta jiwa pada semester pertama 2024 dan diperkirakan akan bertambah menjadi 300 juta jiwa pada 2030.
"Kita sebagai orang Indonesia harus bangga. Kita sudah melakukan yang terbaik sejauh ini," tambahnya.
2. Yahya Cholil Staquf: "Indonesia Gelap dari Mana?"
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, atau Gus Yahya, mempertanyakan dasar dari kritik yang disampaikan dalam gerakan Indonesia Gelap.
"Indonesia gelap, gelap dari mana? Pemerintah ini baru mulai bekerja," kata Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Menurutnya, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto masih dalam tahap awal, sehingga belum bisa dinilai berhasil atau gagal. Ia menekankan bahwa masyarakat harus menunggu hingga berbagai program pemerintahan benar-benar terealisasi sebelum memberikan penilaian.
"Belum ada dasar yang kuat untuk menilai kinerja pemerintahan ini," ujarnya.
3. Prasetyo Hadi: "Enggak Ada Indonesia Gelap"
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menilai aksi demonstrasi bertajuk Indonesia Gelap sebagai bentuk kebebasan berekspresi, tetapi ia mengingatkan agar narasi yang dibawa tidak menyimpang dari kenyataan.
"Kebebasan berekspresi itu sah-sah saja, tapi jangan membelokkan fakta. Enggak ada Indonesia gelap," kata Prasetyo saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Ia meminta masyarakat untuk tetap optimis dan percaya pada upaya pemerintah dalam menangani permasalahan yang ada.
"Pemerintah terus mencari solusi. Tidak semua pihak bisa langsung merasa puas, tapi kami tetap bekerja untuk kebaikan bersama," tambahnya.
Fenomena #IndonesiaGelap mencerminkan keresahan masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang berdampak luas, terutama di sektor ekonomi dan ketenagakerjaan. Meskipun demikian, pemerintah dan sejumlah tokoh publik menilai situasi Indonesia masih berada dalam kondisi yang bisa dikendalikan dan meminta masyarakat untuk tetap optimis terhadap masa depan bangsa.