PINUSI.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menekankan pentingnya penggunaan Keramba Jaring Apung (KJA) sesuai standar guna menghindari kematian massal ikan yang dapat merugikan sektor perikanan. Hal ini disampaikan setelah insiden kematian ikan massal yang mencapai 100 ton di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
KKP Pantau Distribusi dan Penggunaan KJA
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP, Tb Haeru Rahayu atau Dirjen Tebe, menyatakan bahwa pihaknya terus mengimbau pembudidaya untuk menyesuaikan jumlah KJA dengan standar daya dukung perairan serta zonasi yang telah ditetapkan. Selain itu, penyuluh dari KKP rutin memberikan pendampingan kepada masyarakat guna memastikan sistem budidaya berjalan dengan baik.
Menurutnya, penyebab utama insiden di Waduk Jatiluhur adalah fenomena upwelling akibat cuaca ekstrem yang menyebabkan pasokan oksigen dalam air berkurang drastis. “Fenomena ini seharusnya bisa dicegah karena setiap tahun kami selalu memberikan imbauan kepada daerah dengan perairan umum,” ujar Tebe dalam keterangan resminya, Senin (10/2).
Penyebab dan Dampak Kematian Massal Ikan di Waduk Jatiluhur
Tim dari KKP yang turun ke lapangan menemukan bahwa selain faktor cuaca, penggunaan KJA yang tidak sesuai kapasitas juga menjadi salah satu pemicu kematian ikan massal. Akibatnya, sekitar 100 ton ikan mati, dengan estimasi kerugian mencapai Rp2,2 miliar. Mayoritas ikan yang terdampak adalah ikan mas, yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat setempat.
Direktur Ikan Air Tawar Ditjen Perikanan Budi Daya KKP, Ujang Komarudin, mengungkapkan bahwa harga ikan mas saat ini berkisar Rp22 ribu per kilogram. Ia menambahkan bahwa kematian massal ikan terjadi di beberapa lokasi, termasuk Kampung Pasir Kole, Desa Kutamanah, Kecamatan Sukasari, dan Kampung Citerbang, Desa Panyindangan, Kecamatan Sukatani.
Antisipasi dan Langkah Pencegahan dari KKP
KKP terus berupaya melakukan berbagai langkah pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang. Salah satu langkah yang diusulkan adalah panen dini sebelum kondisi cuaca ekstrem terjadi. “Kami sudah memberikan peringatan terkait tanda-tanda kualitas air yang memburuk. Sebaiknya dilakukan panen total atau panen awal untuk menghindari kerugian lebih besar,” tegas Tebe.
Masyarakat pembudidaya diharapkan dapat lebih waspada terhadap dampak cuaca ekstrem serta lebih bijak dalam mengelola sistem budidaya ikan mereka. Dengan mengikuti rekomendasi KKP, diharapkan sektor perikanan tetap berkelanjutan dan produktif.