PINUSI.COM - Fenomena pagar laut di perairan Tangerang, Banten, memasuki babak baru setelah munculnya informasi terkait kepemilikan sertifikat tanah. Kayu-kayu yang membentuk pagar tersebut ternyata telah memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM), meskipun sebelumnya dinyatakan tidak memiliki izin resmi.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, membenarkan bahwa terdapat sertifikat yang beredar di kawasan pagar laut tersebut. Pernyataan ini disampaikannya dalam konferensi pers pada Senin (20/1/2025). Ia menyebutkan bahwa informasi tersebut terungkap melalui aplikasi BHUMI ATR/BPN serta ramai diperbincangkan di media sosial.
"Kami mengakui adanya sertifikat yang beredar di kawasan pagar laut, seperti yang banyak muncul di media sosial," ujar Nusron.
Berdasarkan data yang dihimpun, terdapat 263 bidang tanah dalam bentuk HGB, yang terdiri dari 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perorangan. Selain itu, juga ditemukan 17 bidang tanah yang memiliki SHM.
Untuk memastikan legalitasnya, Nusron telah memerintahkan Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Dirjen SPPR) berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) guna mengecek posisi bidang tanah dalam kaitannya dengan garis pantai. Pengecekan ini dilakukan dengan membandingkan data garis pantai dari tahun 1982 hingga 2024.
"Kami perlu memastikan apakah lokasi bidang tanah dalam SHGB maupun SHM berada di dalam atau di luar garis pantai. Kami berharap hasilnya bisa segera diperoleh," ujar Nusron.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengungkapkan bahwa sertifikat tersebut diterbitkan pada tahun 2023. Ia menegaskan bahwa apabila objek sertifikat tidak memenuhi ketentuan, maka sertifikat dapat dicabut, terutama jika berada di atas perairan.
"Jika dalam lima tahun ditemukan ketidaksesuaian atau cacat prosedur dan hukum, maka sertifikat SHM maupun HGB tersebut harus segera dievaluasi dan dicabut," ujar AHY.
AHY juga menyoroti pentingnya izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) untuk aktivitas pembangunan di wilayah perairan. Hal ini menjadi dasar utama dalam proses perizinan pemanfaatan ruang laut di Indonesia.