PINUSI.COM - Kasus pemerkosaan yang melibatkan seorang pemuda penyandang disabilitas tunadaksa, berinisial IWAS (21), kembali mengundang perhatian publik. IWAS dituduh melakukan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi berinisial MA, yang diduga terjadi di sebuah homestay di Mataram pada 7 Oktober 2024. Namun, perbedaan versi antara pihak keluarga IWAS dan pihak kepolisian mengenai kronologi kejadian ini menambah kompleksitas kasus ini.
Menurut penuturan GAA, ibu kandung IWAS, korban MA lah yang mengajak IWAS untuk pergi bersama ke kampus. Namun, GAA menyebutkan bahwa setelahnya, MA malah membawa IWAS ke homestay, bukan ke kampus seperti yang dijelaskan sebelumnya. GAA juga menyatakan bahwa IWAS tidak mampu melakukan tindakan kekerasan fisik karena keterbatasannya sebagai penyandang disabilitas tunadaksa. "Anak saya dibonceng oleh wanita itu ke homestay, dibuka bajunya dan celananya. Malah kebalik, harusnya dia yang diperkosa jadi korban," kata GAA, yang masih meyakini anaknya tidak bersalah.
Pihak keluarga juga menegaskan bahwa IWAS telah menjadi penyandang disabilitas sejak lahir dan masih membutuhkan bantuan dalam aktivitas sehari-hari, termasuk mandi dan buang air. GAA berharap agar polisi meninjau kembali penetapan anaknya sebagai tersangka dalam kasus ini.
Namun, versi polisi berbeda dengan penjelasan keluarga. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, menyatakan bahwa berdasarkan penyidikan yang dilakukan, IWAS-lah yang mengajak MA ke homestay tersebut. "IWAS merupakan penyandang disabilitas secara fisik, namun tidak ada hambatan baginya untuk melakukan pelecehan seksual terhadap korban," ujar Kombes Syarif.
Kasus ini terus berlanjut dengan polisi mendalami berbagai bukti yang ada, sementara keluarga IWAS tetap berjuang untuk membuktikan bahwa anak mereka tidak bersalah dalam insiden tersebut.