Kementerian ESDM mengungkap tiga skema bisnis SPKLU atau SPBU listrik untuk kendaraan bermotor listrik yang ingin mencicip bisnis ini.
Pinusi.com - Rida Mulyana selaku Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM menyampaikan tentang 3 skema bisnis Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) atau SPBU listrik yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat atau pelaku usaha yang ingin memulai bisnis ini.
Pertama ialah, skema provider, yang artinya bisnis dilakukan dengan menyediakan tenaga listrik sendiri kemudian menjual tenaga listrik tersebut kepada konsumen kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
Pada model skema bisnis ini, calon pelaku usaha perlu memenuhi syarat berupa dokumen wilayah penetapan usaha, izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL), dan nomor identitas SPBU Listrik.
Yang kedua, skema riteler, yang artinya bisnis dilakukan pelaku usaha dengan membeli tenaga listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN atau pemegang wilayah usaha lainnya, kemudian menjual atas nama badan usaha milik sendiri.
Syarat usaha dengan skema ini sama tentunya harus mempunya dokumen wilayah penetapan usaha, izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL), dan juga nomor identitas SPBU Listrik.
Dan yang ketiga, skema kerja sama sebagai mitra PLN atau pemegang usaha lainnya yang terlibat. Syarat usahanya hanya perlu memiliki nomor identitas SPBU Listrik, sementara perizinan lainnya cukup dengan izin PLN atau pemegang wilayah usaha lainnya yang terlibat dalam bisnis tersebut.
"Jadi, ini sangat sederhana dan ini semangat kita untuk mempercepat investasi agar penggunaan KBLBB bisa segera terwujud," ujar Rida dalam Webinar Mekanisme Perizinan Berusaha Infrastruktur Pengisian KBLBB, Selasa (21/9/2021).
PEMBERIAN INSENTIF PADA PELAKU BISNIS SPBU LISTRIK
Selain itu, Rida juga mengatakan pemerintah tidak cuma memberikan 3 opsi skema bisnis SPBU listrik, tapi juga memberikan insentif. Yang pertama, pemerintah memberi insentif tarif curah Rp714 per kWh untuk badan usaha SPKLU dengan tarif penjualan maksimum sebesar Rp2.467 per kWh.
Selisih antara tarif penjualan dan tarif yang didapat ini bisa menjadi estimasi potensi pendapatan bagi pelaku usaha. Dengan begitu, potensi pelaku usaha pendapatannya bisa Rp1.753 per kWh.
Yang kedua, keringanan pada biaya penyambungan atau jaminan langganan tenaga listrik. Yang Ketiga, pembebasan pada rekening minimum selama 2 tahun pertama untuk badan usaha SPKLU yang bekerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Dan yang terakhir, kemudahan izin usaha, di mana sebelumnya wilayah untuk penetapan SPKLU tersebut membutuhkan rekomendasi dari pemerintah daerah, namun untuk saat ini dapat digantikan dengan dokumen perjanjian kerja sama dengan pemilik lahan SPKLU yang bersangkutan.
PEMBANGUNAN SPBU LISTRIK DITARGETKAN HINGGA 2030
Rida juga menyampaikan skema bisnis dan insentif ini diberikan agar pembangunan SPKLU bisa semakin masif di Indonesia kedepannya.
Menurut informasi, saat ini baru ada 166 SPKLU di 135 lokasi yang tersebar di beberapa area, seperti SPBU, SPBG, perkantoran, perhotelan, pusat perbelanjaan, area parkir, hingga rest area di sepanjang jalan tol.
"Pemerintah menargetkan pembangunan SPKLU hingga 31.859 unit di 2030," jelasnya.
(edw)