Perdagangan Saham China Evergrande akan diberhentikan oleh Bursa Hong Kong.
PINUSI.COM - Pada hari Senin (4/10/2021), Bursa Hong Kong memberhentikan perdagangan saham Evergrande. Hal ini terjadi setelah beberapa pemegang obligasi mengatakan raksasa properti China tersebut telah menunggak pembayaran dua obligasi berbeda.
Tidak hanya itu, Bursa Hong Kong juga ikut menangguhkan saham anak perusahaannya, Evergrande Property Services Group. Namun, Bursa tak menjelaskan alasan perdagangan saham dihentikan dan masih tidak jelas siapa yang memprakarsai penangguhan tersebut.
Berdasarkan kutipan dari Reuters, pihak Evergrande belum menanggapi permintaan komentar hingga berita diturunkan pada hari ini.
Dengan kewajiban yang mencapai ratusan miliar dolar atau sama dengan 2 persen dari produk domestik bruto China, Evergrande sudah memicu kekhawatiran gagal bayar bisa menyebar dan mengakibatkan masalah sistemik dalam sistem keuangan China.
Meski begitu, kekhawatiran awal agak mereda setelah bank sentral China berjanji untuk melindungi kepentingan pembeli rumah.
Penangguhan perdagangan saham tersebut membuat para pelaku pasar keuangan keringat dingin akan dampak kasus Evergrande.
Efeknya mulai terlihat dengan jatuhnya nilai tukar yuan di luar China yang sekaligus membebani indeks acuan Hang Seng, terutama sektor keuangan dan pengembang properti lainnya.
Misalnya Guangzhou R&F Properties Co Ltd turun 7 persen, Sunac China Holdings dan Country Garden juga masing-masing turun 4 persen.
Tidak sampai disana saja tetapi saham unit kendaraan listriknya, China Evergrande New Energy Vehicle Group merosot 8 persen pada awal perdagangan pada hari Senin, (4/10/2021).
Saham Evergrande telah anjlok 80 persen sepanjang tahun ini, sementara unit layanan propertinya terjun 43 persen karena grup tersebut berusaha gali tutup lubang untuk membayar berbagai peminjam dan pemasok sebelumnya.
Selama beberapa bulan terakhir, Evergrande terlilit masalah utang dengan jumlah fantastis US$300 miliar atau Rp4.277 triliun (asumsi kurs Rp14.250 per dolar AS).
Tidak hanya investor, Menteri Keuangan, Sri Mulyani juga mengaku was-was karena gagal bayar bisa berdampak hingga ke stabilitas sektor keuangan global. (mdp)