Kini PT KAI telah resmi menjadi pemimpin konsorsium kereta cepat
PINUSI.COM - PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah resmi menjadi pemimpin konsorsium proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bernama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Anggota konsorsium ini terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VII.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto yang ditunjuk untuk mengoordinasikan percepatan pelaksanaan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat Jakarta-Bandung.
Dengan perubahan ini, maka konsorsium wajib menyampaikan laporan kepada Luhut secara berkala mengenai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Dana dari APBN Untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Perubahan lain yang lahir dari Perpres No. 93 adalah pemerintah akan menganggarkan dana untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pembiayaan dari APBN tersebut akan dilakukan dengan penyertaan modal negara (PMN) kepada pimpinan konsorsium, dan penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium.
PMN yang diberikan kepada pimpinan konsorsium diberikan untuk menambal kekurangan kewajiban penyetoran modal dan memenuhi kewajiban perusahaan patungan.
Sebelumnya, pendanaan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hanya berasal dari penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan dan pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan dari lembaga keuangan.
Sebagai informasi, konsorsium BUMN bernama PSBI memiliki 60 persen saham di operator proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Lalu, 40 persen saham KCIC digenggam oleh Beijing Yawan HSR Co.Ltd.
Sebelumnya, Direktur Keuangan & Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya mengatakan kebutuhan investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak dari US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) menjadi US$8 miliar atau setara Rp114,24 triliun. Estimasi ini sedikit turun dari perkiraan awal mencapai US$8,6 miliar atau Rp122,8 triliun.
Estimasi peningkatan biaya proyek tidak setinggi sebelumnya karena perusahaan melakukan efisiensi, seperti memangkas biaya, pembangunan stasiun, dan lainnya.
Namun, ia menyebut kebutuhan investasi proyek akan meningkat karena Indonesia belum menyetor modal awal senilai Rp4,3 triliun.
Padahal, setoran itu seharusnya dilakukan sejak Desember 2020. Jumlah itu belum termasuk estimasi tanggung jawab sponsor dalam membiayai pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar Rp4,1 triliun. (mdp)