Pada Webinar PKJS-UI, Trihono mengatakan pengeluaran tetap tinggi untuk penerima manfaat JKN
PINUSI.COM - Pogram Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN ) salah satunya bertujuan memberikan perlindungan finansial khususnya biaya katastropik terhadap semua peserta dan penerima manfaat berhak mendapatkan perlindungan finansial.
Dalam rangka memperingati 17 tahun lahirnya Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang jatuh setiap tanggal 19 Oktober, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) menyelenggarakan webinar diskusi publik terkait keadilan dalam pembiayaan kesehatan, Kamis (21/10/2021).
Dalam memperingati hal tersebut, PKJS-UI telah melakukan penelitian yang berjudul "Pembiayaan Kesehatan yang Bermanfaat Bagi Kaum Miskin: Evaluasi Ekuitas Pembiayaan dalam Sistem Kesehatan di Indonesia.".
PKJS-UI berbagi penelitian untuk menjadi diskusi kepada publik agar tidak menajdi bias penelitian yang sudah dilakukan.
Penerima manfaat JKN berhak mendapatkan berbagai layanan sebagai bagian dari paket manfaat dasar tanpa mengeluarkan biaya pelayanan, dan diharapkan Out of Pocket (OOP) akan lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki asuransi kesehatan
Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN ) pada pada awal era JKN ada sedikit perbedaan Out of Pocket (OOP) pada penduduk miskin dibandingkan dengan penduduk proteksi finansial terhadap penduduk miskin untuk pengeluaran kesehatan masih rendah.
Artinya, pengeluaran penerima manfaat JKN terbilang tinggi dibandingkan dengan pengeluaran penduduk yang tidak menerima JKN.
Temuan-temuan dalam diskusi publik PKJS-UI
Peneliti Virginia Wiseman, Qinglu Cheng, dan Augustine Asante dari University of The New South Wales serta Dr. Trihono dari Thinkwell Institute Indonesia memaparkan hasil temuan kedalam diskusi publik.
Trihono mengatakan, “Memang secara nilai atau besarannya, efek penurunan dari JKN tersebut mungkin belum cukup memuaskan. Hal ini justru menunjukkan bahwa sistem JKN harus terus diperkuat ke depannya,” kata Trihono.
Qinglu Cheng seorang Analisis Insiden Pembiayaan Kesehatan 5 Tahun di Indonesia (2015-2019) juga memaparkan hasil studi bahwa distribusi keuntungan dari kesehatan di Indonesia sedikit pro-kaya di kedua tahun.
"Secara keseluruhan, distribusi keuntungan dari kesehatan di Indonesia sedikit pro-kaya di kedua tahun, walaupun indeks konsetrasi pada 2018 adalah 0,033 dan pada tahun 2019 adalah 0,036. Tidak signifikan secara statistik. Kemudian, mengenai kebutuhan kesehatan, yang termiskin di Indonesia (dua kuintil terbawah) menerima keuntungan lebih sedikit daripada yang terkaya."papar Qinglu.
Kemudian, pada tahun 2018, Augustine Asante mengatakan, manfaat kesehatan terbesar untuk masyarakat miskin yang sebagaian besar distribusi manfaat didorong oleh puskesmas.
"Kemudian OPD rumah sakit umum yang mengalami perubahan haluan yang substansial dengan manfaat bergeser dari menjadi sangat pro-kaya pada tahun 2018 (CI= -0,120) menjadi sedikit pro-miskin pada tahun 2019 (CI = -0,068)." papar Augustine.
Adapun rekomendasi yang diberikan oleh Trihono dalam diskusi tersebut dari sisi demand, perkuat sosialisasi terkait paket manfaat JKN kepada masyarakat luas, tingkatkan cakupan kepesertaan dari JKN, dan perbaikan regulasi terkait JKN yang memiliki tendensi untuk menghambat utilisasi.
Dari sisi supply, redistribusi peserta JKN dari puskesmas ke fasilitas kesehatan swasta dan fasilitasi terbentuknya klinik yang merupakan gabungan praktek mandiri (dokter praktek mandiri dan bidan praktek mandiri). (fe)