Berikut sejarah dari Garuda Indonesia yang sudah mengawali penerbangan komersial Indonesia sejak masa kemerdekaan
Pinusi.com – Maskapai milik BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk masih terus memperjuangkan eksistensi mereka lantaran utang yang menumpuk. Restrukturisasi utang melalui skema Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) bagi utang jatuh tempo mereka yaitu sebesar 70 triliun dari total utang sebesar 140 triliun.
Pihak manajemen Garuda dan Kementerian BUMN terus mengupayakan negosiasi kembali dengan pihak kreditur hingga juga penyewa pesawat atau lessor. Tujuannya tidak lain untuk memperbaiki kondisi keuangan emiten hingga memperpanjang jangka waktu penyewaan maskapai penerbangan.
Restrukturisasi dan negosiasi tersebutlah yang menjadi ujung tombak penentu nasib Garuda Indonesia. Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyebut, bahwa opsi mempailitkan Garuda akan dilakukan bila restrukturisasi gagal.
Kemudian, pemegang saham juga memberikan opsi Pelita Air Service (PAS) sebagai penggantinya. "Kita tetap mengupayakan restrukturisasi Garuda sebagai upaya utama. Pelita (kami) jadikan cadangan," ujar Kartika, dikutip Rabu (27/10).
Jika melihat ke belakang, nama Garuda Indonesia tidak terlepas dari sejarah kemerdekaan Indonesia. Bahkan, usia BUMN pada sektor penerbangan nyaris sama dengan umur kemerdekaan RI atau republik ini.
Dengan kode saham emiten GIAA ini merupakan maskapai pertama yang melakukan penjemputan kepada Presiden RI 1 yaitu Bung Karno saat Ibukota Indonesia akan dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
Dikutip dari laman resmi Garuda Indonesia, empat tahun setelah RI memproklamirkan kemerdekaannya atau tepatnya pada 28 Desember 1949 terdapat dua buah pesawat berseri Dakota (DC-3) berangkat dari Bandara Kemayoran, Jakarta menuju Yogyakarta untuk menjemput Bung Karno kembali ke Jakarta. Maka, sejak itulah GIA terus berkembang hingga terkenal sebagaimana Garuda Indonesia sekarang ini.
Untuk itu sejak tahun 1949 jugalah maskapai penerbangan Garuda Indonesia telah melakukan penerbangan komersial mereka untuk pertama kalinya. Atas inisiatif Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) saat itu, mereka menyewakan pesawat yang diberi nama Indonesian Airways kepada pemerintah Burma atau kita kenal Thailand saat ini. Peran Indonesian Airways pun berakhir setelah terjadi Konferensi Meja Bundar.
Namun seluruh awak serta maskapainya baru bisa kembali pulang ke Indonesia pada tahun 1950. Setibanya di Indonesia, semua pesawat dan fungsinya dikembalikan kepada AURI sebagai angkutan Dinas bagi Militer Udara Indonesia atau Dinas Angkutan Udara Militer.
Dengan ditandatanganinya perjanjian Konferensi Meja Bundar tersebut pada 1949 maka Belanda pun wajib menyerahkan seluruh kekayaan pemerintah Hindia Belanda kepada pemerintahan Republik Indonesia Serikat atau RIS (pada saat itu) termasuk maskapai Koninklijke Luchtvaart Maatschappij- Inter-Insulair Bedrijf (KLM-IIB).
KLM-IIB merupakan anak perusahaan KLM setelah mengambil alih maskapai swasta Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij (K.N.I.L.M) yang sudah eksis sejak 1928 di area Hindia Belanda.
Setelah itu, pada 1950 Garuda Indonesia resmi menjadi perusahaan di bawah pengelolaan negara (BUMN). Sejak periode tersebutlah Garuda diizinkan beroperasi dengan jumlah armada sebanyak 38 maskapai. Di mana terdiri dari pesawat 22 DC-3, 8 Convair 240, dan 8 Catalina kapal terbang.
Dari situlah armada Garuda terus bertambah hingga dapat melaksanakan penerbangan pertama mereka ke luar negeri, yaitu Mekkah untuk membawa jemaah haji pada tahun 1956 dari Indonesia. Kemudian sejak 1965 destinasi menuju negara-negara di Eropa dengan Amsterdam sebagai destinasi akhir penerbangan juga sudah dilakukan oleh Garuda Indonesia.
Garuda Indonesia Saat Ini
Dari sejarah panjang tersebutlah membawa Garuda Group hingga mampu mengoperasikan 210 armada maskapai penerbangan dengan rata-rata usia pesawat di bawah 5 tahun. Jumlah tersebut terdiri dari 142 pesawat yang dioperasikan oleh Garuda Indonesia dan 68 pesawat dioperasikan oleh Citilink.
Meski demikian, akibat utang yang masih menumpuk apalagi struktu keuangan perusahaan yang terdistraksi akibat dampak pandemi Covid-19. Kementerian BUMN selaku pemegang saham juga akhirnya memutuskan mengembalikan sejumlah maskapai kepada lessor. Langkah tersebut juga menjadi bagian dari restrukturisasi keuangan emiten.
Adapun pesawat yang sudah dikembalikan diantaranyajenis Boeing 737-800 NG. Masing-masing pesawat itu dengan nomor registerasi PK-GNV, PK-GNU, PK-GNS, PK-GNP, PK-GNO, PK-GNK, PK-GNJ, PK-GNH, dan PK-GND.
Secara agregat, dari total pesawat sebanyak 142 maskapai, hanya tersisa 50 maskapai saja. Di sisi lain, manajemen juga memutuskan untuk menunda kedatangan empat pesawat Airbus dan 49 pesawat Boeing. (krn)