Kudeta di Myanmar ciderai prinsip-prinsip piagam ASEAN, ganggu stabilitas perdamaian
Kudeta di Myanmar rupanya cukup mengusik pikiran para pemimpin negara-negara se Asia Tenggara (ASEAN) gelisah. Sebut saja Indonesia dan Malaysia. Dalam kunjungan kerjanya, Perdana Menteri (PM) Muhyiddin Yassin turut membahasnya bersama Presiden Joko Widodo.
Jumat (5/2/2021) lalu, pemimpin negeri jiran datang berkunjung, dan disambut hangat Jokowi. Keduanya sempat terlibat pembicaraan empat mata, membahas banyak isu-isu regional ASEAN, utamanya perkembangan politik di Myanmar.
Saat menyampaikan pernyataan pers di ruang Kredensial Istana Merdeka Jakarta, bekas Walikota Solo itu sangat menyayangkan perkembangan politik yang terjadi di Myanmar, dia berpandangan semestinya ada langkah yang lebih baik dalam menyelesaikan persoalan perbedaan politik.
Myanmar, tutur Jokowi, sebagai bagian dari ASEAN sudah seharusnya menjunjung tinggi prinsip-prinsip, piagam ASEAN yang telah disepakati bersama. Utamanya soal prinsip rule of law, good governance, demokrasi, HAM, dan pemerintahan yang konstitusional.
Maka dari itu, terang Jokowi, Indonesia dan Malaysia akan menggagas pertemuan di tingkat regional ASEAN untuk mencari keluar untuk permasalahan di Myanmar. Nantinya di pertemuan itu, turut juga membahas muslim Rohingya dan juga membahas lebih lanjut kesepakatan untuk mengizinkan perjalanan dinas dan bisnis antar negara ASEAN di tengah pandemi Covid-19.
“Kita prihatin dengan perkembangan politik di Myanmar dan kita berharap perbedaan politik itu dapat diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku.Sebagai satu keluarga, kita minta dua menteri luar negeri untuk berbicara dengan Chair ASEAN guna menjajaki adanya pertemuan khusus menteri luar negeri ASEAN mengenai perkembangan Myanmar,” imbuhnya.
Senada dengan Jokowi, PM Muhyiddin Yassin mengatakan bahwa Malaysia juga memandang serius keadaan politik saat ini di Myanmar dan mendukung gagasan menggelear pertemuan para menteri luar negeri ASEAN.
Dia menyebut, kondisi tersebut merupakan sebuah langkah mundur dalam proses demokrasi di Myanmar. “Kerusuhan politik di Myanmar dapat memengaruhi perdamaian dan stabilitas di kawasan,” ujar PM Muhyiddin.
Sekadar informasi, militer Myanmar mengkudeta pemimpin sipil di negara tersebut pada Senin 1 Februari 2021 lalu. Militer beralasan terjadi kecurangan pada pemilu yang terselenggara pada November 2020 lalu. Sejak kudeta berlangsung, pihak telah menangkap sejumlah pemimpin politik.