Neraca dagang per Januari 2021, surplus berkat ekspor. Ada harapan ekonomi membaik tahun ini.
PINUSI.COM - Surplus neraca dagang Indonesia terjadi pada Januari 2021. Kabar baik lainnya, catatan neraca dagang tersebut jauh melampaui dari torehan dua tahun sebelumnya. Demikian data dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS).
Untuk diketahui, pada Januari 2020 neraca dagang Indonesia alami defisit sebanyak 640 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan di tahun sebelumnya, defisit sebesar 980 juta dolar AS. Ada pun besaran surplus sebesar 2,0 miliar dolar AS.
Deputi III Kepala Staf Presiden, Panutan S. Sulendrakusuma pada Senin (15/2/2021) kemarin, mengatakan, surplus neraca dagang ini terbantu dari kenaikan nilai ekspor. Menurutnya, sepanjang Januari 2021 nilai ekspor Indonesia tumbuh 12,2 persen secara year on year (yoy) atau sebesar 15,3 miliar dolar AS.
Dengan demikian, catatan baik ini menjadi pembuktian dari kerja keras pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19. Sebab, kata dia, peningkatan nilai ekspor terbilang cukup tinggi di antara kontraksi pertumbuhan ekonomi sebagian besar negara-negara.
Catatan ini juga membuat pemerintah semakin yakin pertumbuhan ekonomi tahun 2021 membaik. "Surplus neraca dagang ini diperkirakan menyumbang positif pada pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021. Sehingga memberi harapan untuk pemulihan ekonomi,” klaim dia.
Panutan turut merincikan sektor ekonomi mana saja yang menyumbangkan kenaikan angka ekspor. Pertama, peningkatan ekspor sektor non migas sebesar 12,5 persen sepanjang Januari 2021. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar surplus neraca perdangangan.
Kemudian, lanjut dia, kontribusi dari sektor minyak dan gas juga meningkat sebesar 8,3 persen yoy. Sementara untuk nilai impor Januari 2021 mencapai 13,3 miliar dolar AS, atau terkoreksi 6,5 persen yoy. Sedangkan untuk impor sektor migas dan non-migas turun sebanyak 21,9 persen dan 4,0 persen yoy.
"Terutama dari kelompok komoditi nonmigas, seperti pertanian, pertambangan, dan industri dengan kenaikan berturut-turut sebesar 13,9 persen, 16,9 persen, dan 11,7 persen yoy. Dari kelompok barang, penurunan terjadi pada barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal berturut-turut turun sebesar 2,9 persen, 6,1 persen, dan 10,7 persen yoy," jelas Panutan.