PUG perlu dipadupadankan dalam program-progam penanganan dan penanggulangan Pandemi. Sebab perempuan adalah kelompok rentan terbesar.
PINUSI.COM – PUG atau pengarusutamaan gender adalah salah satu strategi pemerintah yang dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia.
Realisasi strategi ini melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Berkenaan dengan kondisi terkini, pandemi Covid-19, PUG perlu dipadupadankan dalam program-progam penanganan dan penanggulangan bencana (pandemi—red). Apa lagi, di tengah terpaan pandemi, kaum perempuan adalah kelompok rentan terbesar.
Ironisnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sedikit sekali jumlah perempuan yang terlibat dalam pengambilan kebijakan dan keputusan dalam keluarga sehingga dipaksa menghadapi beragam persoalan seperti beban ganda, kehilangan mata pencaharian, menjadi tulang punggung keluarga, hingga mengalami kekerasan berbasis gender.
Mengutip keterangan tertulis yang redaksi terima, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina menyoroti lemahnya PUG dalam program penanganan dan penanggulangan pandemi, satu di antaranya yang dia soroti adalah program pemberian bantuan sosial atau bansos.
Almas menilai, masih banyak perempuan rentan yang belum tersentuh bansos dan belum mengetahui cara mendapatkan bansos. Padahal menurutnya, perempuan bisa dimanfaatkan menjadi agen pengawas program bansos ini.
“Untuk itu, perlu ada pelibatan warga yang lebih besar dalam perumusan program bansos agar bantuan lebih tepat menjawab kebutuhan target sasaran. Selain itu, perlu ada sosialisasi lebih masif dan aksesibel perihal informasi rinci mengenai bansos, tata cara pendaftaran, platform dan tata cara pengaduan. Terlebih lagi kelompok perempuan sangat potensial menjadi agen untuk mengawasi program bansos,” terang Almas.
Merespons itu, Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Pembangunan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati mengatakan, pemerintah terus melakukan berbagai upaya dalam menangani dampak pandemi Covid-19 yang dirasakan seluruh masyarakat, khususnya perempuan dan anak sebagai kelompok rentan yang paling banyak terdampak.
Akan tetapi dia menegaskan, penanggulangan bencana yang responsif gender merupakan isu lintas bidang yang melibatkan banyak pihak. Mulai dari pemerintah, dunia usaha, akademisi, media massa, dan masyarakat luas harus memiliki kesadaran gender, memiliki komitmen dan melakukan praktik yang responsif gender.
Pemerintah, sambung dia, melalui Kemen PPPA dan kolaborasi Kementerian/Lembaga (K/L) lainnya, telah menyediakan layanan SEJIWA (Sehat Jiwa) untuk menangani permasalahan yang dialami perempuan dan anak di masa pandemi.
Selain itu, tutur dia, turut juga mengembangkan gerakan BERJARAK (Bersama Jaga Keluarga Kita), dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat hingga tingkat desa untuk mengoptimalkan peran keluarga dalam pencegahan dan pemulihan dampak pandemi ini.
Terkait regulasi, tambah Ratna, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengeluarkan Peraturan Kepala BNPB No.13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana yang melibatkan perempuan dan laki-laki dalam tanggap darurat responsif gender.
Meskipun Ratna akui, dalam penanggulangan bencana di lapangan, peraturan ini masih belum berjalan optimal. Seperti tidak adanya data terpilah korban bencana yang dibutuhkan dalam perencanaan penanganan bencana.
Oleh karena itu, Kemen PPPA terus berupaya mendorong ketersediaan data terpilah untuk memastikan bantuan yang diberikan dapat tepat sasaran, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat yang terdampak pandemi.
“Saya harap, kita semua dapat menjadi garda terdepan untuk mengawal proses pemulihaan, pemenuhan kebutuhan, mendukung pemberdayaan yang adil dan setara, mengadvokasi dan mempromosikan kebijakan publik tidak hanya untuk mengatasi masalah dalam kondisi bencana, tapi juga mempromosikan kesetaraan gender di berbagai aspek kehidupan,” pungkas Ratna.