PINUSI.COM – Polemik vaksin Nusantara mencuat lantaran uji klinis fase 2 vaksin Covid-19 besutan eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini, berlanjut tanpa izin. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tegaskan, langkah yang Terawan ambil sudah bukan lagi ranah dan tanggung jawab BPOM.
Meski begitu sederet tokoh yang didominasi anggota DPR RI, mendukung dilakukannya uji klinis fase 2 vaksin dendritik—julukan lain vaksin Nusantara—ini oleh Terawan. Dukungan terwujud dalam partisipasi mereka dalam pengambilan darah, untuk diolah menjadi vaksin.
Bereaksi atas dukungan tersebut, sebanyak 105 tokoh menandatangani pernyataan terbuka, yang menegaskan bahwa dukungan pada BPOM RI, karena BPOM adalah badan resmi yang bekerja berdasarkan prosedur dan integritas ilmiah. Berikut isi lengkap dari penyataannya yang dibuat mengatasnamakan warga Republik:
Setiap penelitian vaksin perlu diputuskan oleh lembaga yang memiliki otoritas. perlu diputuskan oleh lembaga negara yang memiliki otoritas. Kita punya Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI).
Kami, yang nama-namanya tercantum di bawah ini, bersikap berpegang pada pendirian BPOM yang merupakan badan resmi di Indonesia dan bekerja berdasarkan prosedur-prosedur, disiplin, dan integritas ilmiah.
Biarkan BPOM bekerja tenang bersama tim pakarnya. Kami percaya pada integritas keilmuan dan independensi mereka. Selama ini, BPOM telah mengabdi untuk menjaga kesehatan masyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mereka yang bekerja di BPOM telah membuktikan diri sebagai patriot tanpa banyak retorika, teguh menghadapi tekanan dari mana saja.
Kami, warga Republik, berdiri bersama mereka. Setiap penelitian dan pengembangan vaksin dan obat, kami hargai sebagai ikhtiar membuka kemungkinan baru melawan pandemi. Tentu dengan tetap mengindahkan asas-asas ilmiah. Mari kita ingat bahwa hidup mati jutaan rakyat adalah taruhannya.
Bekas Direktur Utama RS Cipto Mangunkusumo Prof dr Akmal Taher, SpU juga termasuk di dalam daftar pendukung BPOM. Dia mengingatkan agar jangan ada pihak yang berani melampaui batas, pasalnya, setiap penelitian terkait obat dan vaksin harus melalui izin BPOM.
"Setiap penelitian, apalagi penelitian premarketing seperti ini, harus mendapat izin dari BPOM. Biarkan BPOM bekerja tenang bersama tim pakarnya. Percayakan pada integritas keilmuan dan independensi mereka," ujar dia, Sabtu (17/4/2021).
Di sisi lain, dukungan ini muncul tak berselang lama dari penyataan yang dikeluarkan pihak BPOM. Pada Jumat (16/4/2021) kemarin, Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menolak berkomentar soal konsekuensi kesehatan dari bebalnya Terawan yang melanjutkan uji klinis tanpa sesuai standar.
"Saya tidak mau komentar, karena vaksin dendritik atau nama vaksin Nusantara sudah beralih sekarang, saya sudah tidak mau komentar lagi, sudah beralih. Apa yang sekarang terjadi di luar BPOM. Bukan kami untuk menilai itu. BPOM hanya pendampingan saat uji klinik yang sesuai standar good clinical trial yang berlaku internasional untuk umum," katanya.
Penny menegaskan, tugas BPOM dalam pemantauan pengembangan vaksin Nusantara sudah selesai ketika pihaknya beberapa waktu lalu memberikan penilaian terhadap uji klinis fase 1. Selaras itu, dia juga menyinggung soal pentingnya tahapan preklinik dilakukan sebelum uji klinik fase 2 pada manusia.
Sebab, tutur dia, tujuan preklinik dalam pengembangan vaksin untuk memastikan perlindungan bagi relawan yang dilibatkan dalam penyuntikan. "Kalau tidak dilakukan dan langsung loncat ke clinical trial, nanti kesalahannya ada di sana. Yang namanya penelitian memang begitu. Kita belajar dari tahapan-tahapan yang ada. Harusnya bisa dapat dikoreksi, diperbaiki," ujar Penny.
Lebih lanjut dia jelaskan, dalam tahapan preklinik yang dilakukan adalah menjelaskan konsep dasar, kualitas prototipe vaksin, potensinya terhadap peningkatan imunitas, keamanan vaksin ketika disuntikkan, dan memastikan vaksin berkualitas.
Sekadar catatan, berikut nama-nama para pendukung BPOM:
A. Mustofa Bisri | Budi Haryanto | Iqbal Elyazar | Mardiana Oemar | Ratna Sitompul |
Abdillah Toha | Budiati Prasetiamartati | Irma Hidayana | Maria Hartiningsih | Riris K. Toha Sarumpaet |
Ade Armando | Butet Kertaradjasa | Ismid Hadad | Mayling Oey | Rochmat Wahab |
Adi R. Adiwoso | Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives | Isnani Suryono Salim | Metta Dharmasaputra | Sandra Hamid |
Ahmad Syafi'i Maarif | Christine Hakim | Jajang C. Noer | Mochtar Pabottingi | Saparinah Sadli |
Ainun Najib | Dicky Budiman | Jatna Supriatna | Multamia Lauder | Sarwono Kusumaatmadja |
Akmal Taher | Dicky Pelupessy | Jilal Mardhani | Nachrowi D. Nachrowi | Shanti L. Poesposoetjipto |
Alissa Wahid | Djoko Susilo | Joko Anwar | Natalia Soebagjo | Sidrotun Naim |
Anak Agung Gede Ariawan | Emil Salim | KawalCovid19.id | Nida P.H. Nasution | Sigit Pramono |
Ananda Sukarlan | Erry Riyana Hardjapamekas | Kemal Azis Stamboel | Nina Mutmainah | Siti Annisa Nuhonni |
Andreas Harsono | Goenawan Mohamad | Komaruddin Hidayat | Nuning W. Wiradijaya | Siti Masmuah |
Andy Budiman | Halik Malik | Kresna Astraatmadja | Olga Lydia | Sjamsiah Achmad |
Anita Wahid | Harkristuti Harkrisnowo | Kuntoro Mangkusubroto | Omi K. Nurcholish Madjid | Suryono S.I. Santoso |
Anton Rahardjo | Henny Supolo Sitepu | Lelyana Santosa | Pandu Riono | Susi Dwi Harijanti |
Arief Anshory Yusuf | Herawati Supolo Sudoyo | Lenny Ekawati | Pratiwi Sudarmono | Suwarno Wisetrotomo |
Arief T. Surowidjojo | Herlambang P. Wiratraman | Lies Marcoes | Purwantyastuti | Syakieb Sungkar |
Avianti Armand | Imam B. Prasodjo | Lukiarti Rukmini | R. Hario Soeprobo | Tini Hadad |
Azyumardi Azra | Indang Trihandini Harun | Lukman Hakim Saifuddin | R. Woodrow Matindas | Tirta Mandira Hudi |
Betti Alisjahbana | Indrawati Hadi | Manik Marganamahendra | Rachmat Irwansjah | Tunggal Pawestri |
Boediono | Ines Irene Atmosukarto | Manneke Budiman | Ratna Djuwita | Ulil Abshar Abdalla |
Unggul Budi Husodo | Usman Hamid | Wien Kusharyanto | Zainal Arifin Mochtar | Zumrotin K. Susilo |