Tren migrasi keluar daerah acap kali dilandasi faktor kebutuhan ekonomi. Awas ancaman TPPO, tolak segala iming-iming.
PINUSI.COM – Tren migrasi keluar daerah menjangkiti warga Desa Camplong II Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di saat bersamaan, angka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sedang tinggi. Tawaran pekerjaan dan iming-iming gaji besar, adalah senjata andalan pelaku pidana dalam menjaring korbannya.
Menurut data kasus yang pernah ditangani International Organization for Migration (IOM) Indonesia, setidaknya ada 491 korban TPPO berasal dari NTT. Dengan begitu, NTT pun suskes menduduki peringkat kedua, sebagai wilayah dengan angka kasus TPPO tinggi setelah Provinsi Jawa Barat (Jabar).
Tak ingin warganya jadi korban, Kepala Desa (Kades) Melianus Irinus Faot bersama IOM menginisiasi upaya-upaya peningkatan kesadaran dan pengetahuan di level desa mengenai migrasi yang aman dan pencegahan risiko perdagangan orang yang ditimbulkan dari kerentanan dalam proses migrasi.
Sebagai bukti komitmennya, Melianus telah menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) Camplong II Nomor 7 Tahun 2020 tentang Migrasi Aman yang mencakup konsep pencegahan dan perlindungan dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO), serta konsep pemberdayaan.
Menurut Melianus, Perdes besutannya terbilang mengakomodir karena sudah mengatur berbagai hal terkait pencegahan, penanganan dan pemberdayaan untuk warganya. “Tidak adanya lapangan pekerjaan di wilayah domisili, menyebabkan warga menjadi korban perdagangan orang,” jelasnya, menukil keterangan resmi yang redaksi terima, Rabu (5/5/2021) siang.
Selain itu, rupanya—sejak 2019—Desa Camplong II sudah terlibat aktif dalam berbagai pelatihan untuk peningkatan kesadaran dan kapasitas desa, komunitas, serta pendamping Desa Migran Produktif (desmigratif) dalam mempromosikan proses migrasi yang aman.
Langkah Melianus pun mendapat pujian dan apresiasi pemerintahan pusat melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Akan tetapi perlu diingat bahwa, melakukan pencegahan dan penanganan TPPO bukan perkara mudah, butuh sinergitas semua pihak.
“Hal ini tentu merupakan inovasi yang sangat baik dan bisa menjadi praktik baik bagi daerah lainnya. Tapi menangani dan mencegah TPPO tidaklah mudah, butuh Kerjasama semua pihak. Saya harap apa yang telah dilakukan dapat terus berlanjut, berkembang dan direplikasi daerah lain,” tutur Menteri PPPA, Bintang Puspayoga.
Seperti diketahui, NTT merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki angka kasus TPPO tergolong tinggi. Berdasarkan analisis dari POLRI, Provinsi NTT masuk dalam kategori sending area (dengan rute NTT – Surabaya – Batam - Malaysia – Timur Tengah).
Berkenaan itu, rupanya setiap kasus TPPO yang terjadi di NTT, acap kali berawal dari keinginan untuk mencari pekerjaan lebih baik, mencari suasana baru, kuatnya budaya patriarki dan maskulinitas, serta tingginya permintaan tenaga kerja yang murah dan tidak memiliki skill.