PINUSI.COM, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian formil dan materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN). Dalam sidang tersebut, Sugeng, pensiunan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) selaku pemohon mengajukan untuk membatalkan UU IKN tersebut, Selasa (12/04/2022).
Sidang yang dibuka oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dilanjutkan oleh Sugeng. Ia mengatakan dalam konteks formil bahwa pembentukan UU IKN melanggar pedoman yang sudah diatur dalam peraturan perundang undangan yang berlaku. Dirumuskannya UU IKN secara tergesa gesa ini dinilai sebatas formalitas.
“Jadi, pada tanggal 29 September Presiden mengajukan RUU tersebut ke DPR yang kemudian dibuat penetapan rapat untuk pansus. Dalam waktu singkat pula itu dilakukan pemanggilan-pemanggilan ahli hukum. Dalam waktu kurang 40 hari UU tersebut sudah disahkan oleh DPR. Padahal hal seperti ini sangat penting dan strategis untuk negara.” kata Sugeng
Lalu Sugeng menjelaskan secara materiil , bahwasanya keadaan negara Indonesia sedang tidak baik karena terpaan pandemi Covid 19. Ia menilai anggaran sangat dibutuhkan untuk hal penting seperti hutang negara, pendidikan hingga bencana alam, dibandingkan untuk kepentingan perpindahan ibu kota.
"Pandemi sendiri belum usai sampai kini, dan hutang negara sudah mencapai 6.687 Triliun rupiah, lalu segi pendidikan yang mana 20 persen diperuntukkan untuk pendidikan. Belum lagi bencana alam, ini harus ditangani secara serius." Tegas Sugeng
Oleh karena itu, dalam petitumnya Sugeng, meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Undang Undang No.3 Tahun 2022 tentang perpindahan Ibu Kota Negara.
Petitumnya Sugeng ditanggapi oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, ia menyarankan agar Pemohon mempelajari Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) dan melihat permohonan-permohonan sebelumnya yang terdapat di website MK. Selain itu, Manahan juga menyarankan pemohon untuk menguraikan detail kerugian konstitusional yang dialami Pemohon.
Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menasihati Pemohon untuk memperbaiki format permohonan, khususnya pengujian materiil.
“Kelihatannya perlu ada perubahan total terhadap permohonan ini. Jadi, untuk mengajukan permohonan, acuannya di dalam PMK 2 Tahun 2021. Nah itu ada pengujian formil dan pengujian materiil.” kata Daniel.
Selaras apa yang dikatakan oleh Ketua Panel Hakim Konstitusi, Arief Hidayat mengatakan, format sistematika harus memenuhi syarat yaitu dari perihal pengujian, identitas Pemohon, kewenangan MK, legal standing dan alasan permohonan.
“Jadi (permohonan) ini harus diperbaiki total menyeluruh." jelas Arief