Bukti nyata kemunduran demokrasi terlihat dari pembungkaman Ekspresi dan Aspirasi lewat jalur seni,
Pinusi.com - Mural "Jokowi 404 Not Found" di Jalan Pembangunan I, Kelurahan Bayu Jaya, Kecamatan Batu Ceper, Kota Tangerang menuai Pro dan Kontra serta menjadi pembicaraan hangat terkait ketetapan pihak kepolisian soal bentuk tindak kriminalisasi lewat seni menggambar tembok oleh pelaku mural.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Shaleh Al Ghifari menuturkan pesan masyarakat melalui mural yang menampilkan wajah mirip Presiden Jokowi merupakan suatu bentuk Ekspresi kritik Pejabat negara, bukan Presiden sebagai Individu.
Tuduhan pencemaran lambang negara juga pada akhirnya batal. Terkait Pasal 36A UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (3) jo Pasal 46 UU No.24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan menyebutkan bahwa Lambang Negara Indonesia bukanlah Presiden, melainkan Garuda Pancasila.
Melansir CNN, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 013-022/PUU-IV/2006 bahwa Pasal 134, 136, dan 137 KUHP terkait penghinaan Presiden bertentangan dengan konstitusi pada akhirnya batal.
"Jika keberatan, terdapat dugaan pelanggaran, maka sifatnya keperdataan atau pelanggaran administratif," katanya melalui keterangan resmi LBH Jakarta, Selasa (17/8).
ALAMI KERUGIAN
Menurutnya, pihak yang dapat mengajukan keberatan pada kasus mural ini adalah pemilik tempat gambar mural tersebut berada. Karena hal tersebut menyangkut sengketa kerugian hukum keperdataan atau pelanggaran administratif, bukan pendekatan penegakan hukum pidana.
LBH Jakarta menilai mural tersebut merupakan bentuk kritik kebebasan berekspresi masyarakat lewat jalur seni. Faktanya kebebasan berekspresi tercantum pada UUD 1945, Kovenan Internasional Tentang Hak - hak Sipil yang telah tersahkan melalui UU No. 12 tahun 2005, serta UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
LBH LARANG PENGHAPUSAN MURAL
Maka dari itu, pemerintah dan pihak kepolisisan tidak dapat menghapus mural tersebut seenaknya.
"Penghapusan dan ancaman kriminalisasi terhadap pembuat mural dan grafiti adalah tindakan represi dan pembungkaman terhadap ekspresi dan aspirasi masyarakat," ujarnya.
Pasalnya, pembatasan kebebasan berekspresi harus didasarkan pada ketentuan sebuah undang-undang. Tujuannya untuk keamanan nasional, melindungi kepentingan publik dan hak orang lain, serta untuk tujuan yang sah. (edw/fe)