PINUSI.COM, Jakarta - Media sosial dekat dengan masyarakat yang bisa di gunakan sehari-hari, tetapi perlu diingat bahwa dalam penggunaannya jangan sampai terlalu bebas, tetap perlu dipahami bahwa ada batasnya. Batasnya tidak lain justru adalah kebebasan orang lain yang harus kita perhatikan apa yang kita sebarkan di segala macam platform media sosial tidak menyinggung perasaan dan kebebasan orang lain untuk beropini dan berpendapat juga.
Dalam Webinar yang bertajuk "Mewaspadai Ujaran Kebencian di Platform Digital" , Anggota Komisi 1 DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Irine Yusiana Roba Putri sependapat dengan adanya batasan yang harus diikuti oleh masyarakat yang menggunakan media sosial agar tidak terlalu bebas.
"Sering sekali kata ujaran kebencian muncul di sosial media. Ini merupakan salah satu sekian banyak resiko yang dibawa oleh internet. Resiko lainya hoax teori konspirasi, kecanduan konten hiburan dan beberapa resiko lainya seperti pornografi, judi dll. Ini adalah resiko yg perlu kita kenali waspadai dan perlu kita lawan", Ujar Irine dalam Webinar Ngobrol Bareng Legislator dengan tema "Mewaspadai Ujaran Kebencian di Platform Digital".
Irine dalam webinar mengatakan, ujaran kebencian sangat berbahaya dalam dunia digital, masyarakat harus tahu betul apa definis dari Ujaran kebencian agar tidak bermasalah dengan hukum dikemudian hari. Ditambahkan Irine, ujaran kebencian mempunyai definisi yang sudah ditetapkan oleh Undang-undang dan Surat Kapolri.
"Definisi ujaran kebencian menurut KUHP Surat Edaran Kapolri dan UU ITE adalah, Pernyataan yang menyulut kebencian atau penghinaan terhadap pihak lain yang bersifat Sara dan juga identitas lain seperti, gender, kaum difabel, dan orientasi seksual", Tegas Irine.
Dalam Kesempatan ini, Irine meminta masyarakat didaerah Pemilihannya untuk Mewaspadai dan melawan Ujaran kebencian yang bertebaran di dunia digital. Irine menyatakan Masyarakat Indonesia harus mengedepankan dan menjunjung etika. Etika memang dikatakan lebih longgar seperti tempat dan juga kondisi di suatu daerah tertentu.
"Etika harus menjadi acuan dalam pergaulan seseorang, bersikap etis bisa menjadi acuan supaya kita tidak melanggar hukum dan kita tidak etis di media sosial itu adalah hukumnya sudah jelas dan etikanya kita pikir dari lokasi tempat tinggal dan adat istiadat budaya". Tutup Irine.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Akademisi yang juga menjabat sebagai Anggota jaringan literasi digital Indonesia, Mario antonius birowo menyampaikan Dunia digital tidak bisa dihindari, tetapi harus dimanfaatkan dengan sebaik baiknya.
"Inilah jamannya dunia digital bukan harus dihindari, harus dimanfaatkan. Akan terapi dunia digital bagaikan pisau mata dua. Satu akan mendatangkan kemudahan dan manfaat satu sisi membuat orang hidup tidak lebih baik. Satu hal yang penting kita pahami adalah masuk aspek Ujaran kebencian", Ujar Mario.
Mario menyampaikan Ujaran kebencian akan datang bila mendekati Pemilu atau ingin menjatuhkan seseorang lewat sosial media, hal seperti ini menurut mario tidak bisa dihindari terlebih lagi platform digital saat ini sudah sangat memberikan efek yang luas bagi masyarakat.
"Disisi lain medsos bisa menjadi sebuah hal menyalurkan ekspresi, di negara demokratis sosial media bisa memunculkan konten konten negatif. Konten negatif bertebaran di dunia digital. Ujaran kebencian seringkali muncul dekati pemilu, disana ada kepentingan lain. Berkampanye boleh tapi persoalanya adalah menghalalkan segala cara dengan melakukan Ujaran kebencian dengan mengajak orang membenci kelompok lain bukan dengan adu gagasan", Tegas Mario.
Sementara itu, Webinar Ngobrol Bareng Legislator dengan Tema Mewaspadai Ujaran Kebencian di Platform Digital diisi oleh pemateri dari Anggota Komisi 1 DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Irine Yusiana Roba Putri, Dosen dan Juga Anggota Jaringan literasi digital Indonesia Mario Antonius Birowo, Social Media Marketing specialist Luthfi Kurniawan, dan Dirjen Aptika Kominfo Semuel A. Pangerapan.