PINUSI.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kalau keberadaan PT PII merupakan sebuah solusi mengenai kebutuhan infrastruktur yang mendesak. PT PII, selama 13 tahun perjalanannya telah membiayai sejumlah proyek infrastruktur dan peminjaman BUMN.
“Sekarang sudah ada 48 proyek infrastruktur dan penjaminan BUMN dengan nilai sampai Rp 533 Triliun, dengan nilai penjaminan Rp 94 triliun. Angkanya kelihatannya simpel, tapi sebetulnya menggambarkan perjalanan dari mulai Kementerian Keuangan membentuk PT PII ini,” ucap Sri Mulyani dalam acara puncak rangkaian Hari Ulang Tahun PT PII yang ke-13 bertajuk “Innovative Financing In Unity (Infinity)”, di Jakarta, Rabu (01/03/2023).
Ani sapaan akrabnya menilai, PT PII sudah berhasil memperkecil kesenjangan infrastruktur antar daerah yang ada di Indonesia, dari infrastruktur kebutuhan air bersih, jalan raya, bendungan, irigasi, tranportasi kereta api, dan lain-lain.
BACA LAINNYA: Pertamax Naik Lagi, Simak Alasan dan Harga Terbarunya!
Dalam hal ini, PT PII bisa membangun infrastruktur secara cepat karena tidak mengandalkan alokasi dana dari APBN, melainkan menggunakan skema innovative financing yaitu dengan melibatkan pihak swasta melalui Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
“Seluruhnya tuh selalu tidak hanya bilang saya butuh duit, terus nunggu APBN, APBD nunggu APBN. Maka di buatlah skema innovative financing”, ungkap Ani, dilansir dari situs resmi kemenkeu.go.id.
“Jadi PT PII harus makin sophisticated di dalam mengenali risiko yang terus berubah dan bergerak, kemudian mendesain instrumen dan cara mengelola risiko itu sehingga tujuannya tetap tercapai dengan membangun infrastruktur secara cepat, kualitas baik, tata kelolanya baik, environmental-nya dan sosialnya bagus, namun kemudian kalau sampai terjadi resiko kita tetap bisa mengelolanya dan mengatasinya,” ujar Menteri Keuangan.
BACA LAINNYA: Beberapa Trik Memilih Bra yang Tepat
Meski bertujuan untuk mengakselerasi percepatan, tetapi tetap saja harus memperhatikan tata kelola dan tingkat resiko yang ada secara hati-hati, baik dalam aspek environment, social, and governance (ESG).
Editor : Cipto Aldi