PINUSI.COM - Suryadi Jaya Purnama Anggota Komisi V DPR RI merespon kondisi PT KCI (Kereta Commuter Indonesia) yang terancam tak dapat mengganti 10 unit rangkaian KRL Jabodetabek yang akan berhenti beroperasi pada tahun 2023 dan 19 unit pada tahun 2024.
Berhentinya KRL tersebut diakibatkan dampak dari Kementerian Perindustrian yang menolak usulan PT KCI untuk mengimpor rangkaian kereta bekas dari Jepang serta meminta perseroan membeli produk dalam negeri dari PT Industri Kereta Api.
Menanggapi hal itu, Suryadi menyesalkan permasalahan tersebut dan meminta agar PT KCI dan Kementerian Perindustrian tak saling lempar tanggung jawab. Demikian ditegaskan Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) tersebut sebagaimana keterangan resmi yang dikutip dari situs dpr.go.id, Rabu (1/3/2023).
BACA LAINNYA: BKKBN: Masyarakat Tidak Bisa Menikah jika Tak Punya Elsimil
“Sekarang saja penumpang sudah berdesakan. Kementerian Perhubungan sendiri telah meningkatkan target jumlah penumpang KRL Jabodetabek menjadi 2 juta orang per hari," terang Suryadi.
Bukan hanya itu saja, pengadaan yang terhambat tersebut dinilai berpotensi menggerus kapasitas angkut KRL Jabodetabek yang saat ini mencapai 1,2 juta penumpang per hari. Sedangkan untuk melayani 1.081 perjalanan per harinya, KCI membutuhkan minimal 96 rangkaian kereta. Jika jumlah rangkaian tersebut berkurang pasti akan mempengaruhi layanan.
"Selain mengimpor rangkaian KRL eks Jepang sebanyak 29 unit pada tahun 2023-2024, KCI telah berkomitmen membeli 16 rangkaian KRL baru buatan INKA senilai Rp4 triliun. Kontrak pengadaan kereta buatan domestik itu baru akan diteken pada bulan Maret 2023 tapi selesai produksinya nanti pada tahun 2025-2026," ucap Suryadi.
BACA LAINNYA: AHY Naik Bus Plat Merah, Herzaky : Jangan Sibuk Sebar Fitnah
Meski demikian, upaya KCI melakukan peremajaan mendapat kendala yaitu berupa dana, waktu dan perizinan. Kalau untuk pendanaan, pengadaan 16 KRL baru dari INKA mencapai Rp 4 T. Sementara untuk impor 10 KRL eks Jepang hanya membutuhkan biaya Rp 150 M.
"Selain itu waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan KRL baru dari INKA mencapai 34 bulan, sementara untuk impor dari Jepang hanya membutuhkan waktu 12 bulan. Tambahan lagi, KRL baru buatan INKA harganya 20 kali lebih mahal dari KRL eks Jepang, meskipun nantinya dapat digunakan 3 atau 4 kali lebih lama daripada KRL eks Jepang yang hanya dapat digunakan selama 10 hingga 15 tahun saja," tambahnya.
"Pemerintah juga dapat menetapkan sistem kuota KRL bekas, misalnya hanya 25 persen dari kebutuhan dan hanya untuk jangka pendek. Kuota tersebut dapat secara bertahap semakin diturunkan dari tahun ke tahun, sementara kapasitas produksi INKA semakin ditingkatkan," ucap Suryadi.
Sebagai solusinya, SJP berpendapat perlu adanya jalan tengah. Misalnya, KRL bekas dapat diimpor sementara tetapi dengan harus diiringi dengan peningkatan TKDN melalui proses rekondisi secara lokal agar dapat memenuhi persyaratan BMTB di atas.
Editor : Cipto Aldi