PINUSI.COM - Di dalam era yang modern ini atau biasa disebut era digital, fenomena radikalisme banyak terjadi di beberapa waktu terakhir ini dan terjadi di manapun diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Hadirnya media sosial saat ini telah membawa dampak positif dan negatifnya, salah satu dampak negatifnya yakni penyalahgunaan untuk penyebaran radikalisme melalui internet yang penyebarannya begitu cepat.
"Penyebaran paham radikalisme sangat cepat di media online atau di ruang digital yang sering diajarkan adalah teknik propaganda yang anti Pancasila atau sikap anti Pancasila dan Pro ideologi transnasional", ujar Sturman Panjaitan Anggota komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan dalam Webinar Ngobrol Bareng Legislator dengan tema Tantangan bangsa dalam menangkal paham radikal di era digital
Dalam paparannya Sturman menyampaikan, perkembangan teror di Indonesia cukup mengagetkan, berdasarkan data BNPT Indonesia memiliki kelompok yang sudah dicap sebagai kelompok teror yang mempunyai wilayah masing-masing dan mereka tersebar di seluruh wilayah NKRI
"walaupun datanya sudah terlihat dan didapat oleh pihak kepolisian mereka terus mengembangkan sayapnya, Adapun organisasi terlarang ini menggunakan ilmu atau teknik ilmu rembes, artinya mereka akan masuk ke dalam sela-sela masyarakat untuk bisa masuk kedalam lingkungan masyarakat", ucap Sturman.
Sturman mengatakan data BNPT menyebut potensi ancaman terorisme di Indonesia urutan ke 24 dari 162 negara yang mempunyai potensi ancaman terorisme yang sama.
"Indonesia mengalami kenaikan dari tahun 2020 di mana tahun 2020 Indonesia urutan ke-37, saat ini 2022 potensi ancaman terorisme di Indonesia naik ke nomor 24 dari 162 negara artinya adalah perkembangan ancaman terorisme di Indonesia bertumbuh cepat", tegas Sturman.
Sturman menambahkan DPR RI di selalu mendukung dalam bentuk pembiayaan anggaran untuk lembaga-lembaga yang saat ini menangani terorisme maupun juga melakukan pencegahan pencegahan penyebaran terorisme di dalam negeri, dalam penyampaiannya komisi 1 DPR RI memberikan dan mendukung kominfo untuk memberikan dana dalam literasi digital untuk mengedukasi masyarakat jangan sampai diberikan informasi yang menyesatkan.
"Dengan adanya Literasi digital masyarakat akan paham-paham dengan narasi radikalisme, dan mendapatkan data-data serta informasi yang benar diruang digital, masyarakat bisa terliterasi dengan baik nasionalisme, paham ideologi Pancasila, dan meningkatkant ekonomi UMKM dan informasi yang benar agar masyarakat tidak tertipu", tutup Sturman.
Sementara itu, Dr. Edison cholil, Kepala pusat kajian Pancasila Politeknik negeri Media kreatif yang menjadi pembicara, menyampaikan Radikalisme adalah suatu paham dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaruan tatanan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Penyebab munculnya radikalisme adalah keyakinan, tindakan, dan politik.
"Tantangan saat ini adalah kemajuan dari digital di mana kemajuan dari digital mempunyai dampak atau aspek negatif seperti ancaman paham radikal. Ruang digital bisa memberikan ruang siapapun bersuara, siapapun bisa mengkritik, siapapun bisa menyalahkan, siapapun bisa menghujat. Di mana ancaman paham radikal adalah intoleran fanatik atau merasa benar sendiri", ujar Cholil.
Cholil menambahkan untuk menangkal itu semua yang harus dilakukan masyarakat untuk mencegah adanya ancaman radikalisme di digital adalah Masyarakat khususnya generasi muda untuk mampu berpikir kritis terhadap semua konten yang ada, lalu yang kedua meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat memanfaatkan kebebasan berinformasi secara baik, yang ketiga masyarakat diharapkan memanfaatkan ruang digital yang mempunyai dampak pada meningkatnya kesejahteraan sosial dan ekonomi.