PINUSI.COM- Jakarta - Deras arus informasi dan komunikasi di era digital menyebabkan propaganda radikalisme di dunia maya tidak dapat dibendung. Hal ini perlu diantisipasi mengingat pemakaian internet meningkat di masa pandemi. Akibat radikalisasi secara daring ini, lahir aktor tunggal atau lone-wolf dalam aksi terorisme.
"Paham radikal belakangan ini sangat masif dalam menyebarkan paham atau ideologinya dengan menggunakan digital, karena memang cara yang paling gampang menggunakan saat ini menggunakan teknologi informasi", Ujar Sturman Panjaitan Anggota komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan dalam Webinar Ngobrol Bareng Legislator dengan tema Ancaman Paham Radikalisme di Ranah Digital
Sturman dalam paparannya mengatakan, organisasi radikal semakin banyak bermunculan, hal ini memunculkan dampak di Indonesia. Organisasi radikal menurut sturman tumbuh subur setelah orde baru dan tidak hanya berdiri sebagai organisasi, tetapi juga masuk kedalam sektor pendidikan, pemerintahan dan sosial.
"Dampaknya yang pertama menurunnya toleransi beragama di Indonesia atau intoleran terhadap agama, kemudian kerawanan konflik horizontal yang ditimbulkan yang mengatasnamakan agama dan bahkan akibat hal tersebut terjadilah polarisasi yang meningkat tajam oleh kelompok-kelompok tertentu yang memisahkan diri dari kelompok umum, lalu paham radikal tersebut sudah menjangkiti ke dunia juga ke dunia pendidikan organisasi pemerintah", Ujar Sturman.
Menurut sturman, Pemahaman Pancasila merupakan salah satu cara untuk menepis paham Radikalisme, Radikalisme hanya bisa dicegah dengan memahami Pancasila dan melaksanakan Pancasila,
"Pancasila harus dikuatkan, disuarakan dan ditegakkan setiap saat dan yang penting dilakukan dalam setiap dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila, adalah salah satu cara untuk menghapuskan paham radikalisme", tutup Sturman.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Pendeta Standly Sampelan
Gembala GPD El Ezry Bintan yang menjadi narasumber dalam Webinar menyampaikan,
Radikalisme merupakan pikiran dan tindakan seseorang atau kelompok yang merasa bahwa dirinya atau kelompok yang paling benar.
"Radikalisme tidak sama dengan fundamentalisme, radikalisme berhubungan dengan orang lain, sedangkan fundamentalisme berhubungan dengan diri sendiri. Radikalisme dapat berwujud ras, gender, politik, bahkan agama", ujar Standly
Dalam paparannya Radikalisme merupakan problem dan tantangan demokrasi,
Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi perlu disikapi dengan bijak agar tidak disalahgunakan salah satu kelompok atau perorangan. Penyebaran radikalisme di ranah digital menjadi alternatif penyebaran paham radikalisme karena adanya sumbatan dalam penyampaian di ruang publik.
"Kemudahan akses dan luasnya jangkauan ranah digital, masifnya pengguna media informasi digital termasuk media sosial, kurangnya literasi Digital dari masyarakat yang membuat paham radikalisme biasanya disebarkan di ranah digital dengan menggunakan media berita media sosial dan juga ruang komentar untuk berita-berita yang disampaikan oleh media digital", tutup Standly