PINUSI.COM, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama mengatakan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sejak awal sudah bermasalah. Pasalnya, dana menjadi membengkak yang mulanya Rp 86,5 triliun menjadi Rp 114,24 triliun dan kemudian bertambah Rp 27,09 triliun, Selasa (2/8/2022).
Menurutnya sejak 2015 lalu dimulainya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah bermasalah. Awalnya dua negara berminat, yaitu Jepang dan China.
“Saat itu Jepang berminat tapi (dalam proposalnya) meminta jaminan dari pemerintah Indonesia dalam hal pembiayaan. China tidak mensyaratkan itu, makanya pemerintah tergiur memilih China,” papar Suryadi saat acara 'PKS Legislative Corner', yang diselenggarakan secara daring, Sabtu lalu (30/7/2022).
Suryadi juga mengungkapkan China berminat namun meminta pemerintah untuk pertanggungjawabkan berupa jaminan biaya yang mana biaya tersebut diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehingga ia menilai pemerintah kurang paham dan kurang berpengalaman dalam segi penanganan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Selain itu, permasalahannya pada karakteristik tanah dan masih menerapkan teknologi GSM-Real Way yang menurutnya itu sudah usang pada 2030 nanti.
“Penempatan stasiun (berada) di Halim sebagai kawasan pinggiran Jakarta. Tentu itu bukan lokasi strategis karena harus mengandalkan transportasi lainnya jika ingin sampai ke pusat kota,” kata Suryadi.
Menurut Suryadi, pemerintah membentuk inkonsistensi kebijakan di mana proyek kereta cepat beriringan dengan pembangunan IKN yang sama-sama membutuhkan sumber daya besar.
“Pemerintah seharusnya punya perhitungan matang. Ini bukan (kegagalan) yang pertama. Contohnya Bandara di Sumsel tidak ada pesawat mendarat di sana. Pemerintah juga harus lebih tegas dan kuat serta bernegosiasi ulang dengan China Development Bank dalam menepati janjinya untuk tidak menggunakan dana pemerintah,” pungkasnya.