PINUSI.COM, Jakarta – Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) tengah memperbarui data “Status Pengakuan Wilayah Adat di Indonesia” yang mana wilayah adat mengalami eskalasi luas wilayah adat pada Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia, Rabu (10/8/2022).
Menurut Divisi Data dan Informasi BRWA, Ariya Dwi Cahya, BRWA rutin memperbarui data “Status Wilayah Adat di Indonesia” dua kali dalam setahun, yakni pada momentum Hari Kebangkitan Masyarakat Adat pada bulan Maret serta Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia pada bulan Agustus. Dalam pembaruan data ini meliputi tahapaan pencataan data, registrasi, verifikasi serta sertifikasi wilayah adat.
“Pada bulan Agustus ini BRWA telah meregistrasi 1.119 peta wilayah adat dengan luas mencapai 20,7 juta hektar. Peta wilayah adat tersebut tersebar di 29 Provinsi dan 142 kabupaten/kota,” ucap Ariya Dwi Cahya, Divisi Data dan Informasi BRWA.
“Dari data tersebut, terdapat 189 wilayah adat dengan luas mencapai 3,1 juta hektar telah memperoleh pengakuan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) dan Surat Keputusan kepala daerah provinsi atau kabupaten/kota. Sedangkan yang belum memperoleh penetapan pengakuan wilayah adat masih sangat besar, yaitu sekitar 17,7 juta hektar. Dengan demikian baru 15% wilayah adat yang sudah diakui oleh pemerintah daerah,” tambah Ariya.
Setelah perbarui data, terjadi kenaikan registrasi wilayah adat dibandingkan pada bulan Maret lalu, yakni wilayah adat 3,1 juta hektar. Kenaikan terbesar berasal dari Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara seluas 2,1 juta hektar dan Kabupaten Jayapura, Papua sekitar 0,9 juta hektar. Selebihnya berasal dari daerah lain.
Namun, eskalasi peluasan wilayah adat menurut Kepala BRWA, Kasmita Widodo capaian pengakuan hak masyarakat adat atas hutan adat dan tanah ulayat oleh pemerintah pusat belum menggembirakan.
“Dalam catatan kami, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum menerbitkan surat keputusan hutan adat lagi sejak terakhir diserahkan oleh Presiden di Danau Toba pada bulan Februari lalu,” kata Kasmita Widodo, Kepala BRWA.
Ia menambahkan KLHK belum lama ini melakukan verifikasi terhadap hutan adat di Kalimantan Barat namun pihaknya belum mendapatan informasi lebih lanjut terkait peluasan hutan adat yang ditetapakan KLHK.
“Jadi, capaian hutan adat masih berjumlah 89 hutan adat dengan luas mencapai 75.783 hektar. Informasi dari tim BRWA Kalimantan Barat, baru-baru ini KLHK telah melakukan verifikasi teknis terhadap hutan adat di Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sintang di Kalimantan Barat. Namun, sampai pers rilis ini disebarkan, kami belum memperoleh informasi terbaru jumlah dan luasan hutan adat yang ditetapkan oleh KLHK,” tambah Kasmita.
Kasmita menuturkan terkait pengakuan tanah ulayat melalui mekanisme penatausahaan tanah ulayat masyarakat hukum adat masih belum dimulai oleh Instansi ATR/BPN.
“Kementerian ATR/BPN masih belum beranjak untuk menjalankan tugasnya melakukan pendaftaran tanah ulayat, padahal Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) seharusnya juga meliputi pendaftaran tanah ulayat, Ego sektoral antara KLHK, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta jeratan peraturan-perundangan membuat urusan pendaftaran tanah ulayat ini tidak ada kemajuan sama sekali. Tidak mungkin masyarakat adat mendaftarkan tanah ulayat atau wilayah adat ke ATR/BPN hanya untuk yang berada di luar kawasan hutan. Jadi, masyarakat adat perlu menghadapi setidaknya tiga kementerian tersebut untuk pengakuan wilayah adatnya,” tambah Kasmita.