PINUSI.COM - Pemerintah menargetkan lifting minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari (BOPD), dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD), pada 2030 mendatang.
Pemerintah setidaknya membutuhkan investasi di sektor hulu migas sebesar USD 160 Miliar dalam kurun waktu 10 tahun, hingga 2030.
"Terlebih lagi, realisasi lifting minyak bumi pada tahun 2022 berada di bawah target, yaitu sebesar 612 ribu BOPD, atau sebesar 87 persen dibanding target yang ditetapkan."
BACA LAINNYA: Tak Penuhi Standar, Kemendikbudristek Cabut Izin Operasional 23 Universitas
"Realisasi migas bumi tahun 2022 juga berada di bawah target, yaitu sebesar 940 ribu BOEPD atau 90,68 persen dibanding target yang ditetapkan."
"Kemudian daya tarik investasi migas di Indonesia saat ini mengalami tren penurunan."
"Internal Rate of Return (IRR) sektor migas di Indonesia masih jauh berada di bawah IRR global, yaitu sebesar 10,4%," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR Bambang Haryadi, saat pidato sambutan FGD Komisi VII DPR bersama SKK Migas, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (25/5/2023), dikutip dari laman DPR.
BACA LAINNYA: Indonesia dan Iran Sepakat Terus Dukung Palestina dan Bantu Afganistan
Saat ini, tata kelola migas di Indonesia sudah diatur oleh UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, menggantikan UU Pertamina Nomor 8 Tahun 1971.
Namun demikian, Komisi VII DPR berpandangan, dalam implementasinya UU Migas telah menimbulkan berbagai persoalan hukum.
Salah satunya, UU tersebut telah beberapa kali diuji di MK, dan ada putusan MK terhadap UU Migas yang mewakili dua isu penting, yaitu tentang sistem penyelenggaraan atau pengelolaan migas, dan mengenai lembaga pengelola migas sebagai implementasi dari konsep dikuasai negara.
"Berdasarkan beberapa permasalahan yang terjadi berkaitan dengan pengelolaan migas di Indonesia, maka Komisi VII DPR RI periode ini memandang perlu menyempurnakan dasar kebijakan dengan melakukan perubahan UU Migas," beber Bambang. (*)
Editor: Yaspen Martinus