PINUSI.COM - Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta melarang penggunaan air tanah di beberapa lokasi di Ibu Kota.
Aturan itu tertuang dalam Pergub DKI Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah. Penggunaan air tanah dilarang di beberapa lokasi mulai 1 Agustus 2023.
"Setiap pemilik/pengelola bangunan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dilarang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah mulai tanggal 1 Agustus 2023 kecuali untuk kegiatan dewatering," begitu bunyi pasal 8 Pergub DKI Zona Bebas Air Tanah.
BACA LAINNYA: Kebijakan WFH Pemprov DKI Dinilai Kurang Efektif Atasi Polusi Udara Jakarta
Kepala Sub Penyediaan Air Bersih DKI Jakarta Elisabeth Tarigan menjelaskan, penerapan aturan itu erat kaitannya dengan PAM Jaya.
Menurutnya, daerah-daerah yang masuk zona dilarang penggunaan air tanah saat ini sudah terlayani dengan pipa PAM.
"Jadi memang sudah berlaku. Kami bekerja sama dengan PAM Jaya."
BACA LAINNYA: ASN Pemprov DKI yang WFH Diawasi Pakai Video Call
"Pergub ini mendasarkan pada kemampuan PAM Jaya untuk bisa menyediakan."
"Jadi saat ini, dan memang daerah-daerah itu emang daerah yang PAM Jaya menjamin persediaan airnya," tutur Elisabeth Tarigan, Rabu (31/8/2023).
Elisabeth mengatakan, Dinas SDA Jakarta sebelumnya telah menyosialisasikan aturan tersebut.
Menurutnya, pemilik atau pengelola bangunan yang masuk zona larangan penggunaan air tanah telah siap dengan aturan itu.
"Kita sudah berkali-kali sosialisasi, dan perusahaan-perusahaan itu juga welcome, dan pada dasarnya memang mereka juga sudah siap," katanya.
Pada saat yang sama, Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin menjelaskan secara umum, pihaknya berencana menambah jaringan air perpipaan di sejumlah wilayah di Jakarta.
"Ke depan, kita melakukan konstruksi pipa secara paralel sebanyak 19 ribu sambungan rumah," ujar Arief.
Ia menjelaskan, para pelanggan tidak akan dikenakan biaya pemasangan, sebagai upaya sosialisasi pengalihan penggunaan air tanah ke air perpipaan.
"Bahkan dikasih (pemasangan) gratis itu aja kita perlu effort (usaha) untuk melalukan sosialisasi."
"Mereka masih merasa air tanah di Jakarta masih cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," jelas Arief. (*)
Editor: Yaspen Martinus