PINUSI.COM - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memprediksi, puncak musim kemarau tahun ini bakal terjadi pada Agustus hingga awal September 2023.
Tahun ini, kata Dwikorita, kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan pada 2020, 2021, dan 2022.
Dwikorita juga mengingatkan ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan, imbas fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang mengakibatkan kekeringan.
BACA LAINNYA: Digadang-gadang Pimpin Partai Golkar, Luhut Pandjaitan: Kita Lihat Ajalah!
Situasi ini menurutnya berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional.
"Pemerintah daerah perlu melakukan aksi mitigasi dan aksi kesiapsiagaan segera."
"Lahan pertanian berisiko mengalami puso alias gagal panen akibat kekurangan pasokan air saat fase pertumbuhan tanaman," kata Dwikorita di Jakarta, Jumat (21/7/2023), dikutip dari laman bmkg.go.id.
Di sektor perikanan, lanjut Dwikorita, perubahan suhu laut dan pola arus selama El Nino dan IOD positif yang mendingin, biasanya justru berpotensi meningkatkan tangkapan ikan.
Peluang dari kondisi ini, menurutnya harus dimanfaatkan, karena dapat mendukung ketahanan pangan nasional.
Dwikorita menyebut, fenomena El Nino dan IOD Positif saling menguatkan, sehingga membuat musim kemarau tahun ini dapat menjadi lebih kering, dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah.
BACA LAINNYA: Jual Beli Ginjal Masih Marak di Indonesia, Puan: Ekonomi Jadi Faktor Jual Ginjal
Jika biasanya curah hujan berkisar 20 mm per hari, jelas Dwikorita, maka pada musim kemarau ini angka tersebut menjadi sebulan sekali, atau bahkan tidak ada hujan sama sekali.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan BMKG, indeks El Nino pada Juli 2023 mencapai 1,01 dengan level moderate, sementara IOD sudah memasuki level indeks yang positif.
Sebelumnya, pada Juni hingga dasarian 1 Bulan Juli, El Nino masih dalam level lemah, sehingga dampaknya belum dirasakan.
BACA LAINNYA: Tak Lagi Berlogo “Burung Biru”, Elon Musk Akan Mengubah Logo Twitter Menjadi “X”
Namun setelah itu, dalam waktu yang bersamaan, El Nino dan IOD positif yang sifatnya global dan skala waktu kejadiannya panjang dalam hitungan beberapa bulan, terjadi dalam waktu yang bersamaan.
"Dalam rentang waktu tersebut, sebagian wilayah Indonesia masih ada yang diguyur hujan akibat adanya dinamika atmosfer regional yang bersifat singkat, sehingga pengaruh El Nino belum dirasakan secara signifikan," terang Dwikorita. (*)
Editor: Cipto Aldi