PINUSI.COM - Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) John Kirby mengungkapkan, Korea Utara mengirim sekitar 1.000 kontainer 'peralatan dan amunisi' dalam beberapa minggu terakhir.
Para pejabat AS juga telah mempublikasikan gambar-gambar yang mereka klaim menunjukkan sekitar 300 kontainer yang telah disiapkan untuk diangkut dari Najin, Korea Utara.
Beberapa waktu lalu, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengunjungi Rusia untuk membahas kemungkinan kerja sama militer.
Pihak militer Moskow diyakini menggunakan banyak peluru dan rudal untuk menginvasi Ukraina, dan berusaha untuk memperkuat pasokan dari beberapa sekutunya yang terisolasi.
Badan intelijen AS melacak pengiriman yang terjadi antara tanggal 7 September hingga 1 Oktober 2023.
John Kirby menyatakan, peralatan tersebut diekspor melalui jalur laut dan kereta api ke depot pasokan di wilayah barat daya Rusia, dekat Tikhoretsk, sekitar 180 mil (290 km) dari perbatasan Ukraina.
Sejak Rusia memulai invasi ke Ukraina pada Februari 2022, pejabat AS konsisten menyuarakan kekhawatiran Korea Utara menyuplai amunisi ke Rusia.
John Kirby mengutuk Korea Utara karena menyediakan peralatan militer kepada Rusia yang akan digunakan dalam serangan terhadap kota-kota Ukraina, mengakibatkan korban warga sipil, dan melanjutkan perang yang dianggap tidak sah.
Dia menegaskan, pengiriman senjata oleh Korea Utara melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, dan oleh karena itu, AS akan terus bersama sekutu dan mitra mereka untuk meningkatkan tindakan penegakan hukum senjata ini di PBB.
Jenderal Mark Milley dalam pidatonya selama acara peringatan pensiun sebagai Ketua Kepala Staf Gabungan AS, mengungkapkan keraguan mengenai seberapa penting pengiriman senjata semacam itu akan berperan dalam konflik tersebut.
Hal ini terjadi seiring penundaan rencana AS mengirimkan bantuan militer tambahan senilai $6 miliar ke Kyiv, karena tengah terjadi perselisihan anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat.
Presiden Biden menyatakan awal pekan ini, kesepakatan sementara antara Partai Demokrat dan Partai Republik di Dewan Perwakilan Rakyat bisa membuat mereka harus mencari solusi lain untuk mendanai dukungan bagi Ukraina selama konflik berlangsung. (*)