PINUSI.COM - Tim Advokasi Selamatkan Hutan Papua dan aktivis lingkungan hidup dari suku Awyu, menyesalkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.
Dalam putusannya, majelis hakim menolak gugatan lingkungan hidup dan perubahan iklim, terhadap Pemerintah Papua atas penerbitan izin kelayakan lingkungan hidup PT Indo Asiana Lestari.
Putusan tersebut menjadi kabar buruk bagi masyarakat adat suku Awyu yang tengah berjuang mempertahankan hutan adat mereka dari perusahaan sawit.
"Saya sedih dan kecewa sekali karena yang saya perjuangkan seperti sia-sia," kata Hendrikus, Jumat (3/11/2023).
Kendati demikian, pihaknya tidak akan pernah mundur dan akan terus maju untuk memperjuangkan tanah yang diwariskan nene moyang mereka.
"Saya akan maju terus. Saya siap mati demi tanah saya, karena itu yang tete Nene leluhur wariskan untuk saya. Jika hakim tidak percaya, terjun ke lapangan untuk lihat langsung," tegas dia.
"Saya juga sedih karena teman-teman lain sudah luar biasa mendukung kami. Mereka tidak punya tanah di sini tapi mereka luangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk kami tapi hakim tidak melihat persoalan itu dan tidak memutus dengan seadil-adilnya," tambah Hendrikus.
Selama tujuh bulan persidangan pihaknya sudah menghadirkan 102 bukti surat, enam orang saksi fakta dan tiga orang saksi ahli. Sehingga, alat-alat bukti dan saksi dari pihak suku Awyu ini jelas menunjukkan kejanggalan dalam penerbitan izin PT IAL.
Misalnya, penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang tidak melibatkan partisipasi bermakna dari masyarakat adat, adanya intimidasi terhadap masyarakat yang menolak perusahaan sawit, hingga tak diakuinya keberadaan marga Woro dalam peta versi perusahaan.
Kendati demikian, dalam putusannya hakim menyatakan tidak dapat mempertimbangkan prosedur penerbitan amdal, karena bukan bagian dari objek sengketa perkara ini, yakni SK Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP. Padahal, amdal jelas merupakan lampiran dan dasar penerbitan obyek sengketa.
Anggota tim kuasa hukum suku Awyu, Sekar Banjaran Aji menyesali putusan hakim sehingga pihaknya akan mempejuangkan hak masyarakat adat.
"Kami kecewa dengan putusan hakim dan akan memperjuangkan kasus ini sampai menang demi masyarakat adat, selamatnya hutan Papua dari kerusakan yang masih, dan menahan laju krisis iklam," katanya.
Menurut Sekar, putusan ini dinilai janggal pasalnya hakim bukan saja berpihak kepada masyarakat adat dan lingkungan, tapi juga dianggap mengabaikan banyaknya fakta-fakta persidangan.