PINUSI.COM - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan tak bisa mengoreksi putusan kontroversial MK, terkait syarat usia minimal capres-cawapres.
Hal itu terungkap dalam kesimpulan putusan etik pertama yang dibacakan MKMK untuk 9 hakim konstitusi secara kolektif, terkait isu pembiaran konflik kepentingan dan kebocoran rahasia rapat permusyawaratan hakim (RPH).
"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023."
"Pasal 17 Ayat (6) dan Ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi," tulis putusan tersebut yang ditampilkan dalam sidang pembacaan putusan, Selasa (7/11/2023).
Sebelumnya diberitakan, UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan putusan tidak sah jika melibatkan hakim yang terlibat konflik kepentingan.
Perkara itu harus disidang ulang tanpa hakim tersebut. Pijakan hukum ini sebelumnya digunakan oleh salah satu pelapor, Denny Indrayana.
Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lalu, lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan
nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma seorang pejabat yang
terpilih melalui pemilu, dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres, walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, melaju di Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun, berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya kurang dari 3 tahun. (*)