PINUSI.COM - Budiman Sudjatmiko, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, mengaku butuh waktu cukup lama untuk menunggu jawaban dari PDIP, terkait tantangan global yang dihadapi Indonesia.
Baru setelah itu, ia memutuskan mendukung pasangan Prabowo-Gibran.
Proses pengambilan keputusan tersebut terjadi sejak munculnya pandemi COVID-19, konflik Rusia-Ukraina, dan perkembangan revolusi teknologi.
Budiman menyampaikan pandangannya dalam diskusi 'Spirit Perjuangan Pilpres Sekali Putaran; di Sekber Relawan Prabowo-Gibran, Palmerah, Jakarta Barat.
Ia menyatakan, PDIP yang telah diikutinya selama 19 tahun, tidak mampu memberikan jawaban terhadap pergeseran geopolitik, geostrategi, dan geoekonomi yang tengah terjadi.
Budiman menegaskan sikap tolerannya terhadap pertumbuhan yang melambat, tetapi tidak dapat menolerir jika negara berhenti dalam perjalanannya, karena itu akan menyebabkan kehilangan momentum yang signifikan.
Budiman sebelumnya mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden nomor urut 2 pada Agustus 2023, namun dicopot oleh PDIP beberapa hari setelahnya, karena tidak mendukung Ganjar Pranowo yang diusung oleh partai tersebut.
Mengenai isu perubahan dukungan karena utang, Budiman membantahnya, dan menyebut bjika motivasinya uang, ia pernah ditawari uang oleh pihak Ganjar-Mahfud.
Namun, ia menolak tawaran dan mengembalikan uang tersebut. Budiman menegaskan, tindakannya bukan karena motif uang.
Budiman yang kini menjadi Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, mengeklaim setelah mengunjungi Prabowo Subianto pada Juli 2023, ia juga ditawari sebagai calon anggota legislatif, tetapi ia menolak tawaran tersebut.
Dalam wawancara dengan Majalah Tempo, Budiman menekankan tindakan politiknya tidak pernah dipicu oleh motif uang, dan kekayaannya lebih rendah dibandingkan orang lain.
Ia menyatakan, keputusannya mendukung Prabowo terkait agenda hilirasi, dan Indonesia menjadi negara industri yang dianggapnya mendesak.
Budiman menolak kembali ke otoritarianisme, menggarisbawahi prioritas bangsa harus berubah setelah 25 tahun demokrasi, dengan menempatkan agenda keadilan dan kemajuan tanpa mengorbankan kebebasan. (*)